2021, 19 November
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto menyatakan dalam pemberdayaan petani kelapa sawit swadaya kerap tidak sesuai sasaran, ibarat peribahasa “lain gatal lain yang digaruk”. Sebab itu kedepan perlu ada komitmen dari para pelaku kelapa sawit untuk mendukung pengembangan petani sawit swadaya. Darto menyatakan hal ini dalam acara Webinar FGD Sawit Berkelanjutan Vol. 10, bertajuk “Mendukung Pemberdayaan Perkebunan Sawit Rakyat”, yang diadakan InfoSAWIT, Kamis (18/11/2021).

Terlebih saat ini sebanyak 20 kebupaten/kota telah berkomitmen menerapkan Rancana Aksi Daerah (RAD), yang sejatinya bisa bermanfaat bagi perkebunan kelapa sawit. “Bila melihat kondisi petani kelapa sawit sangat miris, belum lagi perlu adanya peningkatan Best Management Practicess (BMP),” ungkap Darto.

Kedepan promosi sawit perlu menampilkan hasil di lapangan dengan contoh konkret. “Langkah bagusnya dana kelapa sawit harus dimaksimalkan untuk mendukung kabupaten dalam membangun perkebunan kelapa sawit berkelanjutan, termasuk dukungan terhadap kebijakan RAD, apalagi ditingkat nasional payung hukumnya telah ada yakni Inpres Rencana Aksi Nasional (RAN),” kata Darto.

Langkah konkret menjadi sangat penting dan bermanfaat bagi promosi positif, promosi dagang, promosi sawit berkelanjutan dan sebagai bukti penerapan BMP yang memang harus dilakukan guna memperkuat kelapa sawit Indonesia. “Membenahi masalah yang muncul jangan melulu terkait sawit dalam kawasan hutan, tapi juga bagaimana sawit rakyat di kawasan APL. Kita perlu benahi dengan baik, apalagi bila bicara ISPO, lantas seberapa banyak petani sawit yang sudah ISPO,” kata Darto.

Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan Kemenko Perekonomian, Edy Yusuf menyatakan pemerintah lewat berbagai program telah mendorong peningkatakan kapasitas petani sawit dan kelembagaanya juga akses terhadap modal, teknologi, agro-input, benih. Program itu adalah pendidikan, pelatihan dan magang petani; pendampingan dan pengawalan implementasi teknologi dan kelembagaan; penghimpunan dana peremajaan dalam rangka keberlanjutan usaha; pemantapan kelembagaan yang mendukung pengembangan agribisnis kelapa sawit; kemitraan antara perusahaan besar negara/swasta dengan kelompok tani dalam rangka akselerasi peremajaan sawit rakyat.

Baca Juga:  PIR-Trans Terbukti Membangunkan Lahan Tidur

“Dibutuhkan adanya sinergi kebijakan antara lembaga pemerintah dan lembaga legislatif serta antara pemerintah pusat dan daerah untuk menjadikan perkebunan kelapa sawit sebagai motor penggerak ekonomi nasional dan daerah. Hal ini ditempuh melalui koordinasi dan sinkronisasi antar seluruh stakeholders yang dilakukan secara berkala,” kata Edy.

Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Sunari, menyatakan tujuan PSR adalah untuk membantu petani sawit swadaya memperbaharui perkebunan kelapa sawitnya dengan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan, dan berkualitas serta mampu mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal (Penggunaan Lahan, Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan -LULUCF).

Penerapan PSR mencakup legalitas yakni petani swadaya yang ikut program ini legalitas tanahnya jelas; produktivitas kebun dibawah 10 ton/ha/tahun atau kepadatannya dibawah 80 pohon/ha; harus mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan yang meliputi: tanah, konservasi, lingkungan dan lembaga; pemenuhan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). “Pada panen pertama peserta PSR wajib sudah bersertifikat ISPO,” kata Sunari.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Mukti Sardjono, menyatakan saat ini masih banyak kebun kelapa sawit yang sudah saatnya diremajakan tetapi belum juga dilakukan, padahal disisi lain pemerintah mentargetkan setiap tahun PSR mencapai 180.000 belum tercapai juga.

Dana hibah PSR Rp 30 juta hanya cukup untuk Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)1. “Bagaimana dengan dana sampai TM1, juga sumber pendapatan pekebun selama tanaman belum menghasilkan?” kata Mukti. Legalitas lahan juga masih banyak masalah, khususnya kebun sawit yang diidentifikasikan masuk dalam kawasan hutan, lantaran terdapat lahan eks PIR dan eks transmigrasi masuk dalam kawasan hutan. Memang sudah ada solusi lewat UUCK hanya untuk sawit rakyat yang kurang dari 5 Ha dan berdomisili di lokasi. “Bagaimana diluar itu? Mengenai jual beli kapling/ganti pemilikan (eks PIR), bagaimana berkembangnya PKS tanpa kebun,” tanya Mukti.

Baca Juga:  PKS SPOT RAMAH LINGKUNGAN

Dukungan GAPKI pada PSR adalah membentuk SATGAS Percepatan PSR GAPKI, yang melibatkan seluruh cabang GAPKI. Cabang melakukan assesment, pemetaan potensi lahan dan petani PSR disekitar anggota , update prkembangan penanaman. GAPKI juga menjadi anggota Pokja Penguatan Data dan Peningkatan Kapasitas Pekebun – Kemenko Perekonomian; aktif dalam Koordinasi rutin untuk percepatan PSR dengan Kantor Menko Perekonomian, Ditjenbun, BPDPKS dan lain-lain,. GAPKI memberikan masukan kepada pemerintah terkait kebijakan penyederhanaan proses pengajuan dan pembiayaan percepatan PSR.

“Kami juga melakukan kerjasama dengan Asosiasi Petani/Pekebun dalam percepatan PSR (Pengikatan Kemitraan dengan MOU, FGD dll, serta mengawal dan meng-update secara rutin Percepatan PSR anggota GAPKI melalui Rapat Pusat & Cabang GAPKI,” kata Mukti.