Berbagai cara terus dilakukan untuk mengurangi ketergantungan impor sapi, salah satunya dengan melakukan integrasi sawit – sapi, seperti yang dilakukan oleh PT Asrta Agro Lestari (AAL), Tbk, di Kalimantan Tengah.
Perkebunan kelapa sawit tidak hanya memberikan devisa bagi negara tapi juga bisa dimaksimalkan untuk menambah populasi sapi didalam negeri. Sebab, tidak ada yang tidak mungkin jika dilakukan dengan baik, tekad inilah yang dipegang AAL unttuk meningkatkan populasi sapi didalam areal perkebunan kelapa sawit.
“Jadi kita optimis dan yakin bahwa jika program integrasi sawit – sapi dilakukan dengan konsisten maka penambahan populasi sapi lokal dipastikan akan meningkat,” tegas Widayanto, General Manajer Pilot Project Livestock PT AAL, kepada Media Perkebunan saat berkunjung ke kebunnya.
Disi lain, menurut Widayanto, usaha pengembangbiakan sapi yang dilakukan oleh PT AAL ini bukanlah sekedar untuk menrorong terwujudnya swasembada sapi di dalam negeri. Tapi juga sebagai komitmen perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam mengimplementasikan Peraturan Mentan (Permentan) Nomor. 105/tahun 2014, tentang integrasi usaha perkebunan kelapa sawit dengan usaha budidaya sapi potong
“Maka ini adalah bukti bakti karya kami untuk bangsa ini,” tutur Widayanto, yang juga anggota Persatuan Penembak Indonesia (Perbakin).
Simbiosis Mutualisme
Artinya, Widayanto mengakui, dengan adanya pengembalaan sapi ditengah-tengah lahan perkebunan kelapa sawit ini, maka tanaman ataupun hewan masing-masing akan mendapatkan keuntungan.
Contohnya, untuk budidayanya maka bisa menghemat biaya produksi untuk mengurangi rumput yang tumbuh disekitar tanaman, hal ini karena dengan melepas sapi maka sapi-sapi tersebut akan memakannya. Sedangkan keuntungan bagi tanamannya yaitu tanaman akan mendapatkan pupuk organik yang berasal dari kotorannya.
“Sehingga dalam hal ini antara tanaman kelapa sawit dan sapi bisa saling memberikan kontribusi,” jelas Widayanto.
Tapi, Widayanto menguraikan tidak semua sapi-sapi dilepas di areal perkebunan kelapa sawit. Hal ini karena pihaknya mempunyai dua jenis usaha dalam perternakan sapi ini. Pertama, jenis pengembang biakan atau breading, yaitu sapi-sapi untuk penambahan populasi, dan sapi-sapi itulah yang dilepas diperkebunan kelapa sawit. kedua fattening atau penggemukan fattening.
Adapun posisi sapi saat ini per bulan Juni 2017 ada sekitar 8.000-an ekor sapi, dari angka tersebut untuk breading-nya ada sekitar 3100-an ekor, pedet (anakan)-nya 717 ekor dan sisanya fattening. Artinya tidak semua anakan atau pedet yang lahir dijadikan untuk breading.
Sehingga polanya yaitu, pedet yang baru lahir dan berjenis kelamin jantan maka akan seleksi 10 persennya yang berkriteria baik akan dipisahkan menjadi indukan jantan (bulls), sedangkan sisanya sisanya yang 90 persen masuk fattening (penggemukan) untuk dijadikan sapi potong. Sedangkan untuk pedet yang berjenis kelamin betina sekitar 60 – 70 persennya dengan kriteria baik akan dipisahkan untuk pengembang biakan, dan sisanya masuk fattening.
“Tapi hal yang perlu diingat dalam usaha peternakan ini adalah asupan makanannya. Khusus untuk breading 30 persen konsentrat yang diberikan pagi dan sore hari dan sisanya 70 persen hijauan (rumput dan pelepah disekitar kebun). Sedangkan untuk fattening, 70 persen konsentrat dan 30 persennya baru hijauan seperti rumput,” papar Widayanto.
Adapun asupan hijauan untuk fattening, Widayanto menjelaskan, berasal dari masayarakat yang bibitnya diberikan dari PT AAL. Biasanya dalam satu hari bisa memasok hijauan hingga 4 ton.
Hijauan tersebut tidak hanya berasal dari rumput gajah yang bibitnya berasal dari PT AAL, tapi juga bisa mencari dari luar. Adapun harganya PT AAL membelinya dengan harga. Sedangkan untuk konsentratnya berasal dari Konsetrat itu sendiri terdari bungkil sawit, tetes, dedak, onggok, garam urea dan vreemix.
“Kedepan, kemungkinan kemitraan yang akan melibatkan masyarakat tidak hanya dalam bentuk pakan hijauannya saja, tapi sudah dalam bentuk anakan sapi, meskipun saat ini sedang dalam pembahasan. Hal ini karena seperti kita ketahui bahwa sapi-sapi (ex-impor) ini tidak bisa sembarang hanya diberikan asupan jerami saja, tapi juga asupan yang baik agar bisa menghasilkan anakan yang juga baik,” janji Widayanto.
Bukan hanya itu, menurut Widayanto, jika pilot project peternakan sapi ditengah-tengah perkebunan kelapa sawit di wilayah Kalimantan tengan dengan luas 40 ribu hektar ini berhasil, bukan tidak mungkin areal perkebuan kelapa sawit milik PT AAL lainnya juga akan diintegrasikan dengan peternakan sapi guna menudukung penambahan populasi sapi. “Tapi satu hal yang diperlukan dari kami kawan-kawan pelaku usaha yaitu untuk mempermudah proses perizinan untuk medatangkan sapi impor untuk penambahan populasi sapi,” pungkas Widayanto. YIN