2024, 26 Februari
Share berita:

Jakarta, mediaperkebunan.id – Bagaimana potensi ekspor Nata de Coco Indonesia tahun 2024? Kelapa sendiri merupakan komoditas ekspor perkebunan unggulan Indonesia yang diperdagangkan ke berbagai negara dunia. Komoditas kelapa menempati posisi kedua terbesar yang diproduksi setelah kelapa sawit. Data menurut Ditjenbun, areal perkebunan kelapa di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 91.974 hektar.

Tanaman kelapa merupakan pohon serbaguna bagi kehidupan manusia. Semua bagian dari pohon kelapa dapat dimanfaatkan mulai dari batang pohon, daun, tangkai hingga buahnya. Buah kelapa mempunyai nilai ekonomi yang tinggi karena dapat menghasilkan minyak kelapa, santan, tepung kelapa, kopra, daging buah muda, hingga cairan untuk membuat nata de coco.

Tidak hanya buah kelapa, produk turunan kelapa juga memberikan kontribusi yang besar untuk diperdagangkan ke negara lain. Dilansir dari BSIP, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa Indonesia akan menggencarkan eksportir produk turunan kelapa salah satu nya Nata de coco.

Hal tersebut dilakukan agar produk kelapa yang diolah menjadi barang jadi mempunyai nilai tambah lebih dibandingkan buah mentah. Nata de coco sendiri mempunyai nilai tambah mencapai 3,6 kali dibandingkan dengan produk mentah. 

Nata de coco adalah produk yang dihasilkan melalui proses bioteknologi. Nata de coco terbuat dari serat murni alami yang didapatkan melalui fermentasi air kelapa. Fermentasi tersebut dilakukan menggunakan bakteri baik yang bernama Acetobacter xylinum.

Produk nata de coco sendiri terbagi menjadi dua yakni nata de coco food dan nata de coco non food. Nata de coco food terdiri dari produk NDC plain, NDC sugared, NDC flavored, dan fine fiber. Sedangkan nata de coco non food berbentuk bio cellulose fiber yang mempunyai produk turunan bio sheet, bio powder, bio fiber pulp, dan bio cotton.

Baca Juga:  Harga Sawit Jambi Bergerak Sedikit

Indonesia adalah salah satu produsen kelapa tersebesar di dunia dengan nilai produksi mencapai 18,3 juta ton per tahun. Walaupun begitu, ternyata produksi nata de coco di Indonesia masih kalah produktif dibanding negara pesaing yakni Filipina. Produksi nata de coco di Filipina mencapai 830 MT atau senilai USD 1,138 juta.

Melihat hal tersebut, Indonesia sangat mempunyai potensi untuk meningkatkan produksi nata de coco setara dengan negara pesaing. Data dari laporan Kementerian Perdagangan pada tahun 2023 juga menunjukkan bahwa pangsa pasar produk olahan air kelapa salah satunya nata de coco mempunyai nilai menjajikan sebesar USD 16,4 juta.

Dilansir dari CJIP, selain mempunyai pasar domestik juga mempunyai pangsa pasar ekspor pada negara Jepang, Eropa, Timur Tengah dan Amerika Serikat. Permintaan terbanyak berasal dari negara Jepang, Belanda dan Inggris

Namun, potensi ini mempunyai kendala yang harus dihadapi. Menurut ketua umum Gabungan Pengusaha Nata de coco Indonesia (GAPNI), produsen nata de coco di Indonesia sebagian besar untuk pangan. Pengusaha belum mempunyai legalitas dan masih berbentuk industri kecil menengah.

Selain itu, terdapat isu negatif secara teknis dan non teknis yang dihadapi oleh pengusaha nata de coco. Isu teknis terkait adanya kandungan timbal dalam proses produksi, penggunaan nutri non pangan, kualitas produk yang kurang dari standart, dan masalah sertifikat. Sedangkan isu non teknis karena adanya masalah pada pemberitaan negatif, perizinan dan legalitas usaha, serta manajemen keuangan dan operasional.

Agar potensi ekspor di Indonesia pada tahun 2024 dapat terwujud, maka dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dengan pengusaha lokal. Pemerintah dapat membuat kebijakan yang mendukung penguatan hulu dan hilirisasi produk nata de coco sehingga produk Indonesia dapat mempunyai legalitas dan kualitas yang bersaing.

Baca Juga:  JAGA PRODUKTIVITAS, DITJENBUN PERHATIKAN OPT DAN PERUBAHAN IKLIM