2018, 23 Agustus
Share berita:

Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang, jika orang tersebut tidak mau merubahnya. Tekad itulah yang dimiliki oleh petani Perkebunan Inti Rakyat – Transmigrasi (PIR-Trans) kelapa sawit.

Mengacu dari sanalah Program tersebut tidak hanya untuk merubah ekonomi masyarakat dengan membagikan lahan seluas 2,5 hektar kepada setiap Kepala Keluarga (KK) untuk ditanami kelapa sawit. Tapi juga untuk meratakan populasi masyarakat dari padat penduduk ke yang jarang penduduk atau dari daeah yang sedang dilanda bencana alam ke daerah yang lebih stabil kondisi geografisnya.

“Jadi saya ikut program PIR-Trans ini tahun 1990, dan saya sendiri ikut program ini karena dimana tempat tinggal saya dulu yaitu Lampung sedang terkena bencana banjir,” kata Susanto, petani kelapa sawit asal Desa Merangkai, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Provinsi Riau kepada perkebunannews.

Memang, Susanto mengakui bahwa saat masuk ke Provinsi Riau ini setiap KK diberikan lahan seluas 2,5 hektar. Dimana 2 hektarnya digunakan untuk tanaman perkebunan kelapa sawit, sedang 2.500 meter untuk lahan pangan dan sayuran serta sisanya 2.500 meter untuk bangunan tempat tinggal.

Meski begitu saat pertama kali datang ada sebanyak 150 KK yang ikut program PIR-Trans ke Kabupaten Siak, Provinsi Riau ini dan kemudian dibagi menjadi 4 desa yang semuanya berprofesi sebagai petani kelala sawit. Namun seiring berjalannya waktu, dari ratusan KK tersebut, saat ini yang dapat bertahan dan sukses mebangunakan lahan tidur menjadi lahan bernilai ekonomi hanya 44 KK.

Artinya masyarakat PIR-Trans terbukti mampu mengolah lahan tidur menjadi lahan produktif. Maka bukan tidak mungkin saat ini petani trnasmigrasi yang puluhan tahun lalu datang ke Kabupaten Siak Provinsi Riau kini telah berubah kehidupannya.

Baca Juga:  Peremajaan Kelapa Sawit Bisa Menggunakan KUR Khusus

“Sehingga untuk masyarakat yang tidak mau bercocok tanam mereka balik ke daerah asalnya, disitulah transmigran dari daerah yang lain seperti dari Jawa masuk untuk mengisi para transmigran yang baik ke daerahnya,” ungkap Susanto yang juga Badan Pengawas Pelindung dan Pengawas Koperasi Unit Desa (KUD) Maju Bersama.

Disisi lain, Susanto membenarkan bahwa pada saat panen perdana memang petani PIR-Trans atau masrayakat transmigran tidak mendaptkan uang penjualan tandan buah segar (TBS) secara penuh. Ini karena penjualan TBS dipotong untuk pelunasan lahan seluas 2,5 hektar dan biaya pembelian pupuk.

Namun, perlahan tapi pasti cicilan sebesar 30 persen setiap penjualan TBS mampu dilunasi hanya dalam kurung waktu 5 tahun. Ini karena produktivitas TBS bisa menembus 6,5 ton per dua hektar per bulan. Bahkan jika masuk panen puncak bisa menembus angka 9 ton per dua hektar per bulan.

“Akan tetapi tinggi rendahnya suatu produktibtas tanaman kelapa sawit belik lagi kepada para pekebunnya. Jika para pekebun merawan tanamannya dengan cara pemupukan sesuai aturan maka bukan tidak mungkin produktivitas tanaman akan tinggi atau maksimal,” terang Susanto dengan tiga orang anaknya.

 Susanto, petani kelapa sawit asal Desa Merangkai, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Provinsi Riau

Susanto, petani kelapa sawit asal Desa Merangkai, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Provinsi Riau

Sebab, Susanto menambahkan, kunci produktivitas tinggi yaitu jangan meninggalkan pemupukan terutanma pupuk organik yaitu kompos, sedangkan kimia itu hanya tambahan saja. Pemupukan kompos dalam satu tahun sekali dilakukan dengan komposisi 750 kg per hektar, berarti jika memiliki lahan dua hektar maka pupuk kompos yang diperlukan yaitu sebanyak 1500 kg, atau 30 karung.

“Sehingga jika ingin berproduktivitas tinggi pekebun jangan sampai lupa melakukan pemupukan,” himbau Susanto.
Alhasil, Susanto membenarkan, dengan berubahnya ekonomi keluarga dari perkebunan kelapa sawit, maka tidak sedikit petani PIR-Trans yang memperluas lahannya. Ini menjadi pembuktian bahwa apapun kondisi lahannya jika dilakukan dengan budidaya yang baik maka akan menghasilkan produktivitas yang baik.

Baca Juga:  Harga Sawit Riau Terkerek Naik

Bahkan pada saat pertama kali datang kondisi Kabupaten Siak, Provinsi Riau ini masih sangat sepi. Tapi semenjak adanya perkebunan kelapa sawit, maka pembangunan terjadi dimana-mana roda ekonomi berputar dengan kencang.

Sehingga kunci dari seorang pekebun kelapa sawit yaitu harus dapat melakukan budidaya sesuai dengan good agriculture practices (GAP) yang benar, termasuk pemupukan diantaranya pemupukan yang sesuai aturan.

Saya sendiri juga melakukan pemupukan kompos pada lahan yang 12 hektar,” ucap Susanto.

Disisi lain, Susanto mengakui bahwa memang untuk tanaman yang 2 hektar atau tanaman yang pertama kali datang sebagai petani PIR-Trans kondisinya sudah sangat tua atau diatas 30 tahun. Tapi karena kondisi tanaman masih baik atau berproduktivitas tinggi, maka tanaman tersebut belum diremajakan.

“Sehingga meskipun saat ini usia tanaman sudah 32 tahun, namun saat ini produktivitas masih 4,5 ton per dua hektar per bulan maka kami belum melakukan peremajaan,” tutur Susanto.

Meski demikian, Susantor mengatakan jika memang ada bantuan untuk melakukan peremajaan, pihaknya bersedia untuk melakukan peremajaan. Sebab yang namanya tanaman cepat atau lambat pasti akan menua dan semakin tua produktivitasnya akan semakin menurun.

“Kita bersedia untuk melakukan peremeajaan jika meang ada bantuan peremajaan,” pungkas Susanto.YIN