2nd T-POMI
2024, 9 Februari
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Pabrik kelapa sawit yang ada sekarang, teknologi yang digunakan relatif sama dengan PKS 50 tahun lalu. Ada perubahan teknologi tetapi hanya sedikit saja. Bonar Saragih, Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia (p3pi) menyatakan hal ini jelang 2nD TPOMI 2024 (Updating Technology and Talent Palm Oil Mill Indonesia).

Penyebab sulitnya melakukan peningkatan teknologi PKS adalah kompetensi karyawan. PKS pada umumnya berada di remote area, dengan tuntutan merekrut sebanyak mungkin karyawan lokal. Dengan tingkat pendidikan di Indonesia yang belum merata, realitanya karyawan lokal meskipun sama-sama tamatan SLTA,  kompetensi mereka masih jauh dibawah karyawan yang direkrut perusahaan dari luar daerah dengan kompetensi sesuai kemampuan perusahaan.

Dicontohkan saat ini sedang dibangun PKS baru di salah satu daerah dengan lokasi yang tidak terlalu remote, hanya 40 km dari ibu kota provinsi .  Tuntutannya adalah 60% karyawan harus dari masyarakat setempat. Ketika perusahaan membuat spesifikasi kemampuan karyawan yang dibutuhkan ada resistensi dari mereka.

“Kita tidak punya kemewahan seperti pabrik-pabrik besar di Jabodetabek . Mereka bisa menentukan persyaratan apa saja yang harus dipenuhi calon karyawan misalnya harus lulus dari STM Unggul. Kita di PKS pasti akan didemo masyarakat setempat kalau menentukan kriteria karyawan secara ketat,” katanya.

Pernah ada upaya melakukan otomatisasi PKS. Ada group besar yang sudah melakukan otamatisasi 6 tahun lalu. Tetapi akhirmya dibongkar dan kembali ke manual karena karyawan tidak mampu menyesuaikan. Ada juga yang sudah melakukan investasi besar membuat war room dimana manager bisa mengoperasikan sendiri PKS itu bila karyawan mogok misalnya. Tetapi setelah 1,5 tahun akhirnya dibongkar. Sebuah group besar yang biaya pelatihan karyawanya paling besar teryata tidak gampang juga mendidik karyawan pabrik.

Baca Juga:  TAHUN INI PETANI MUBA PASOK 2000 TON IVO UNTUK BENSIIN SAWIT

PKS karyawanya tidak terlalu banyak, satu shift paling 18-20 orang. Jadi bila setengahnya tidak kompeten maka bisa babak belur. Berbeda dengan pabrik pulp misalnya, mereka karyawan yang kerja kasarnya banyak sekali sehingga bisa menampung tenaga kerja lokal, sedang pabrik dikelola karyawan rekrutan dari luar daerah yang kompeten.

Saat ini sudah ada produsen alat mesin PKS yang lebih modern, pabrik bisa bekerja secara linear dari satu staisun ke stasiun lain dan berjalan secara otomatis dengan investasi lebih tinggi 30-40%. Kendalaya adalah perlu orang yang bisa merawat mesin-mesin dan jeleknya di PKS ada sabotase baik sengaja atau tidak sengaja seperti ada besi masuk yang memperlambat operasional pabrik.

Faktor lain adalah pengusaha sawit itu karena dengan kondisi sekarang saja labanya sudah besar mereka relatif tidak mau pusing dengan teknologi baru yang disodorkan. Psikologis karyawan terutama bagian enginering untuk menerima teknologi baru juga harus diperhatikan. Ketika teknologi baru masuk kalau gagal mereka yang akan kena sanksi,  tetapi kalau berhasil gaji mereka tidak naik secara drastis.

Teknologi baru dan pengembangan SDM Pabrik Kelapa Sawit akan menjadi salah satu topik bahasan dalam  2ND T-POMI (Updating Technology and Talent Palm Oil Mill Indonesia)  yang diselenggarakan P3PI dan Media Perkebunan, 18-19 Juli mendatang di Bandung.