Jakarta, mediaperkebunan.id – Kelapa sawit menjadi satu-satunya komoditas yang mempunyai sertifikat berkelanjutan mulai dari hulu sampai hilir. Praktik sawit berkelanjutan ini telah menjadi komitmen dan norma bersama seluruh pemangku kepentingan di industri kelapa sawit untuk diimplementasikan dan dikembangkan secara terus menerus.
Dr. Ir. Musdhalifah Machmud, M.T., Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia mengatakan bahwa pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesia Sustainable Palm Oil/ISPO) sebagai bagian tanggung jawab nasional, bukan hanya tanggung jawab satu institusi/ lembaga, untuk menjaga sawit Indonesia. Industri sawit Indonesia perlu dikelola dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi serta lingkungan yang perlu dijaga keberlanjutannya dari generasi ke generasi.
“Dengan terbitnya ISPO menjadi bukti Indonesia menjalankan sustainability dengan menunjukkan komitmennya melalui ISPO sebagai standar sustainability,” urai Musdhalifah saat memberikan pidato kunci dalam webinar bertemakan “Inovasi Sebagai Kunci Tata Kelola Sawit Inklusif dan Ramah Lingkungan” yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia dan Syngenta, Kamis (31 Maret 2022).
Dialog webinar yang berlangsung hybrid ini dihadiri sekitar 500 peserta dengan menghadirkan Herdrajat Natawidjaja (Koordinator Tim Sekretariat Komite ISPO), Narno (Ketua Forum Petani Sawit Berkelanjutan Indonesia/FORTASBI), dan Cindy Lim (Head of Sustainable and Responsible Business Syngenta Asia Pacific) sebagai pembicara.
Musdhalifah menyebutkan pemerintah juga mendorong adanya inovasi dalam implementasi praktik sawit berkelanjutan. Pola intensifikasi menjadi tumpuan untuk meningkatkan produktivitas, dibandingkan melakukan perluasan lahan (ekstensifikasi).
“Kegiatan intensifikasi telah berjalan melalui program PSR (Peremajaan Sawit Rakyat) dengan menggunakan benih sawit unggul. Selain itu, kegiatan peremajaan sawit ini juga menerapkan Good Agriculture Practices di perkebunan sawit terutama oleh petani,” ujar Doktor Lulusan IPB University ini.
Dalam sesi diskusi, Herdrajat Natawijaya menjelaskan bahwa Indonesia memiliki komitmen dalam pembangunan berkelanjutan yang mengacu pada UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam regulasi tersebut dijelaskan bahwa Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan.
Dijelaskan Herdrajat, terdapat empat komponen pembangunan berkelanjutan yaitu dinamis, serasi, seimbang, dan terpadu. Implementasi sertifikasi ISPO merupakan upaya pemerintah dalam menuju pembangunan berkelanjutan.
Sertifikasi ISPO memiliki tiga tujuan, yaitu memastikan dan meningkatkan pengelolaan serta pengembangan perkebunan kelapa sawit sesuai prinsip dan kriteria ISPO; meningkatkan keberterimaan dan daya saing hasil perkebunan kelapa sawit Indonesia di pasar nasional dan internasional; dan Mmeningkatkan upaya percepatan penurunan emisi gas rumah kaca.
Narno, Ketua FORTASBI menjelaskan bahwa petani membutuhkan dukungan semua pihak dalam upaya pelaksanaan sertifikasi sawit berkelanjutan. Ada sejumlah program mendukung petani dalam sertifikasi ISPO dan RSPO yaitu Integrasi Sertifikasi RSPO dan ISPO dalam 3 tahun mendatang, semua anggota FORTASBI akan didorong terlibat dalam ISPO,selanjutnya FORTASBI akan kontribusi 9000 petani untuk ISPO.
Dikatakan Narno, sertifikasi sawit berkelanjutan memberikan empat manfaat antara lain meminimalisir biaya pengelolaan kebun, hasil produksi cenderung meningkat, mendapatkan penambahan hasil dari kredit (premium) untuk jangka waktu tertentu, dan memiliki rencana replanting.
Narno menuturkan ada pengalaman berharga bagi petani dalam implementasi sertifikasi sawit berkelanjutan. Sebagai contoh, kelembagaan petani semakin kuat dan terorganisasi dengan baik untuk menerapkan tata kelola sawit.
“Sebelum implementasi standar sawit berkelanjutan, kami tidak mengenal tim semprot produk perlindungan tanaman. Sekarang sudah terbentuk tim semprot yang membantu petani memberikan dosis yang tepat guna dan tepat sasaran. Targetnya, dosis penggunaan perlindungan tanaman diberikan sesuai kebutuhan dan tidak berlebih dalam pemakaian. Ini artinya, kami telah membantu pelaksanaan sawit yang ramah lingkungan dan sosial,” ujarnya.
Dialog webinar seperti ini diperlukan untuk mengidentifikasi tantangan yang dihadapi industri kelapa sawit dan mengetahui potensi kemitraan serta inovasi yang tepat. Sebagai perusahaan perlindungan tanamanterkemuka, Syngenta berkomitmen menghadirkan inovasi sebagai dasar pertanian berkelanjutan. Inovasi di sini bukan hanya terbatas pada produk atau teknologi digital, tetapi juga alat, infrastruktur, atau ekosistem yang dapat membantu mempercepat keberlanjutan pertanian dan membawa manfaat bagi petani.
Head of Sustainable & Responsible Business Syngenta Asia Pacific, Cindy Lim menuturkan bahwa Syngenta sedang memperkenalkan salah satu inovasinya berupa alat aplikasi produk perlindungan tanaman yang disebut closed-loop knapsack system (CLKS).
“Selain aman, CLKS dapat membantu petani menghemat waktu karena tidak perlu lagi mencampur produk perlindungan tanaman, dan lebih mudah saat membersihkannya,” jelasnya.
Untuk mencapai tujuan kelapa sawit berkelanjutan ini Syngenta sangat mendukung kerjasama dan kolaborasi antar pihak. Pemikiran tersebut mendorong diadakannya Dialog Inovasi antara asosiasi petani, lembaga sertifikasi (seperti RSPO), pakar akademis (seperti universitas Waganingen), kelompok perkebunan, perusahaan (seperti Yara) dan juga NGO seperti Solidaridad untuk membantu menuju perubahan yang diinginkan. Dari dialog tersebut dihasilkan beberapa poin penting seperti mengoptimalkan produktivitas dan menciptakan nilai, menemukan model bisnis yang lebih kolaboratif dan transparan, dan mencari peluang untuk menciptakan dan merangkul nilai ekologis.
Dialog inovasi ini memberikan arahan bagi semua pihak untuk mengembangkan solusi, kemitraan dan teknologi demi mencapai tujuan tersebut. Misalnya bagi petani kecil, prioritasnya adalah meningkatkan produktivitas dan kesejahteraannya. Untuk mencapainya petani memerlukan akses berkelanjutan untuk alat pertanian dan teknologi yang tepat, akses layanan keuangan yang lebih baik, dan juga pentingnya skema sertifikasi yang praktis dan ramah petani dengan biaya terjangkau.
Industri kelapa sawit merupakan sektor yang sangat kompleks dan dinamis. Oleh karena itulah pentingnya kerjasama terintegrasi pemerintah, organisasi, badan sertifikasi, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya dalam menciptakan lingkungan yang memungkinkan dan mempercepat kelapa sawit berkelanjutan.