MeIihat banyaknya jumlah benih yang dapat disediakan oleh para produsen dan penangkar, untuk mengamankan program replanting (peremajaan) kelapa sawit maka sangatlah wajar jika Indonesia bisa dikatakan sebagai surganya benih sawit atau bahkan bisa dikatakan sebagai negara produksi benih terbesar di dunia.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Bambang.
Lebih lanjut, menurut Bambang, program replanting untuk petani perlu dilakukan karena memang sebagian besar tanaman tersebut sudah tua dan tidak sedikit yang terlanjur menggunakan benih tidak bersertifikat.
“Maka dalam program replanting ini seluruh benih yang digunakan adalah benih bersertifikat. Sehingga pada tanaman generasi kedua akan mendapatkan produktivitas yang tinggi dan kadar rendemen yang juga tinggi,” harap Bambang.
Hal senada diungkapkan, Direktur PPKS, Hasril Hasan Siregar, bahwa jangan sampai program replanting tersebut berjalan dengan percuma. Ada hal-hal yang perlu diawasi diantaranya penyakit ganoderma yang biasanya menyerang tanaman kelapa sawit di generasi kedua.
Tapi hal tersebut bisa diatasi diantaranya dengan menggunakan benih-benih yang lebih toleran terhadap ganoderma dan menerapkan pola budidaya good agricultural practices (GAP). Diantaranya varietas moderat tahan ganoderma dengan jenis D x P 540 NG yang dikeluarkan oleh PPKS.
“Bahkan untuk varietas moderat tahan ganoderma tersebut memiliki produksi tandan buah segar (TBS) yang cukup tinggi dan produksi minyak hingga 8 ton/ha/tahun,” tutur Hasril.
Namun, Hasril menambahkan, “permintaan yang cukup tinggi yaitu untuk varietas unggul seperti D x P 238, Simalungun dan D x P 517 yang produksi minyak tinggi dan bobot TBS-nya cukup mengembirakan.”
Artinya, General Manager Satuan Usaha Strategis Bahan Tanaman, PPKS, Edy Suprianto mengatakan kini telah dimanjakan dengan berbagai pilihan. Lantaran konsumen bisa memilih sesuai kondisi lahan dimana akan dibudidayakannya perkebunan kelepa sawit, terutama petani swadaya atau mandiri.
Terbukti, beberapa varietas yang dikeluarkan oleh PPKS pun terdapat varietas yang TBS-nya besar sehingga cocok buat petani. Namun ada juga yang bobotnya tidak terlalu berat tapi kandungan minyaknya cukup tinggi sehingga cocok untuk perkebunan inti.
“Bahkan juga terdapat juga varietas yang tahan kekeringan, ataupun pertumbuhan meningginya relatif lambat dan juga tahan ganoderma. Jadi pilihan ada ditangan konsumen,” tutur Edy yang juga Sekretaris FKPBKSI.
Tidak hanya PPKS, Head of Seeds Production and Laboratories (SSPL) H. Indra Syahputra, mengatakan, pihaknya pun memiliki varietas yang toleran terhadap ganoderma, dan diberi nama varietas D x P Socfindo MT Gano yang dilepas tahun 2013 kemarin.
“D x P Socfindo MT Gano moderat tahan penyakit ganoderma, berpotensi menghasilkan crude palm oil (CPO) mencapai 8 – 9.5 ton/ha/tahun dan laju pertumbuhan meningginya yang lambat,” urai Indra.
Sementara itu, PT Bina Sawit Makmur, anak perusahaan dari PT Sampoerna Tbk, pun ikut mencoba memasarkan benih untuk lahan-lahan marginal.
Head of Seed Commercial PT Sampoerna Agro Tbk, Tony Teh menyebutkan jika varietas seri Sriwijaya yang asal perusahaannya memiliki rerata produktivitas hingga 24,6 ton/ha/tahun dengan rendemen minyak 26,2 persen yang menghasilkan minyak mencapai 7,5 ton/ha.
“Dengan kandungan inti per tandan adalah sebesar 6,4. Menariknya indikator tersebut adalah hasil pertanaman di lahan kelas 3,” papar Tony.
Varietas milik PT Bina Sawit Makmur, kata Tony, juga memiliki ketahanan terhadap penyakit Crown disease, dan Fusarium wit merupakan momok pada pertanaman kelapa sawit. Disamping itu tanaman ini cukup toleran terhadap kekeringan.
“Jadi wajar jika kita mengklaim jika Indonesia adalah surganya benih sawit karena banyaknya varietas unggul yang dihasilkan oleh produsen benih kelapa sawit nasional. Sehingga konsumen memiliki banyak pilihan,” tegas Tony Teh. YIN