Sedikit demi sedikit ketergantungan impor terus dikurangi termasuk impor raw sugar (gula mentah) di tahun 2019.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Darmin Nasution memastikan kuota impor raw sugar (gula mentah) dan untuk kebutuhan industri di tahun 2019 ini akan lebih rendah dibandingkan tahun 2018 kemarin.Ini karena stok yang masih tersedia.
Rencananya, pemerintah akan mengeluarkan impor raw sugar di tahun 2019 hanya sekitar 2,8 juta ton, ini artinya lebih kecil dari tahun 2018 sebesar 3,15 juta ton. Sedangkan berdasarkan catatan dari industri makanan dan minuman (mamin) ke Kementerian Perdagangan per November 2018 impor yang telah dikeluarkan sebesar 2,96 juta ton.
“Jadi (2019-red) tanpa kenaikan? Karena stoknya ada. Gula sudah ada, informasi stoknya ada di mana saja. Sedangkan untuk gula kristal putih (GKP) atau gula konsumsi masyarakat tidak ada impor,” janji Darmin.
Penurunan ini, Darmin mengatakan mengacu kepada catatan Kementerian Perekonomian. Setidaknya pasokan gula rafinasi masih ada sekitar 1 juta ton. Meskipun dalam hal ini karena data realisasi impor gula rafinasi per November 2018 sudah masuk 2,96 juta ton dan itu juga lebih rendah dari rencana di tahun 2018.
Alhasil di tahun 2019 rencana impor raw sugar turun sekitar 22,22 persen dari impor di tahun 2018. Hal ini karena produksi gula disebutnya lebih baik dari tahun sebelumnya.
“Sedangkan untuk GKP untuk konsumsi masyarakat, tidak ada impor karena stoknya banyak dan harga rendah. Jadi yang impor hanya untuk gula industri,” terang Darmin.
Ditempat terpisah, Oke Nurwan, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan pun membenarkan, “ bahwa per November sudah masuk 2,96 juta ton sekian, hampir 3 juta lah.”
Lebih lanjut, menurut Oke pengurangan imporkarena melihat realisasi impor di semester I-2018 tidak optimal, hanya mencapai 1,5 juta ton, maka pemerintah akhirnya menurunkan alokasi impor.
Sekedar catatan, Kementerian Perdagangan di awal tahun 2018 mengalokasikan impor raw sugar sebanyak 3,6 juta ton, dengan mekanisme impor dibagi menjadi dua semester, masing-masing 1,8 juta ton. Atas dasar itulah pemerintah telah melakukan perhitungan teknis alokasi impor raw sugar.
Disisi lain, Bambang, Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian mengatakan bahwa
dibukanya impor raw sugar itu hanya untuk memenuhi kebutuhan industri mamin, bukan untuk gula konsumsi. Adapun perhitungan impor raw sugar itu karena saat ini stok gula masih ada yang tersimpan di pabrik-pabrik gula, dan hal itu sudah dibahas dalam rapat kordinasi terbatas (rakortas).
Selain itu pembatasan raw sugar dilakukan agar jangan sampai raw sugar untuk dijadikan GKR bisa merembeske pasar tradisonal dan merusak GKP yang berbahan baku tebu rakyat. “Sekarang ini kita harapkan dengan mempertimbangkan setelah gula yang sedang diproduksi kembali itu dijual, plus memperhitungkan masa giling. Jadi jangan sekaligus di impor seluruhnya, tapi secara bertahap secara keseluruhan,” harap Bambang.
Pengetatan Peredaran Gula
Lebih dari itu, agar tidak terjadi membengkaknya GKP ditingkat masyarakat maka Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian melakukan monitoring di daerah Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Seperti diketahui bahwa daerah tersebut adalah daerah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia.
“Hal ini dilakukan sebagai amanat dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)No 68 tahun 2013 tentang penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) GKP secara wajib,” tegas Bambang.
Adapun lokasi monitoring GKP, Bambang menguraikan, dilakukan di 4 titik, yaitu di pasar ritel D’Market, kios di pasar tradisional nunukan, pasar tradisional binusan dan pasar tradisional desaa jikuning. Hasil monitoring menunjukan bahwa pererdaran GKP sesuai dengan Permentan nomor 68 tahun 2013.
Hal ini menjadi dibukti bahwa dalam peredaran di pasar, semua GKP yang beredar dalam bentuk kemasan (1 kilogram) serta berlabel SNI. “Jadi berdasarkan monitoring di daerah perbatasan tersebut tidak ditemukan GKP yang dijual secara curah dan kemasan tanpa label SNI,”papar Bambang.
Tidak hanya itu, Bambang memaparkan, penjualan GKP di kios pasar Binusan (Ibu Ida) dinyatakan bahwa masyarakat senang dengan GKP yang sudah dikemas langsung dari pabrik. Ini karena produk tersebut dinilai lebih bersih dan mutunya baik.
Sebab harus diakui bahwa kendala yang dihadapi dalam peredaran GKP di daerah perbatasan adalah rembesan GKP yang berasal dari negara tetangga, dalam hal ini Malaysia. Sehingga ini menjadi tantangan tersendiri bagi pabrik gula dalam bersaing degan produk negara tetangga.
“Sehingga adanyarembesan GKP dari negara tetangga, perlu diiringi dengan peningkatan pengawasan yang melibatkan instansi pengawas barang beredar,” tegas Bambang.
Meski begitu, Bambang mengatakan bahwa sejauh ini penerapan SNI di wilayah perbatasan, tidak mengalmi kendala dan telah sejalan dengan Permentan No 68 tahun 2013. “Dimana tujuan dari permentan tersebut yaitu memberikan jaminan dan perlindungan masyarakat dari peredaran GKP yang tidak memenuhi standar, memberikan jaminan kepastian hukum, serta meningkatkan daya saing produk,” harap Bambang.
Beda Gula Beda Pasar
Sebelumnya, Soemitro Samadikun, Ketua Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) pun berpendapat yang sama bahwa alangkah baiknya jika impor raw sugar dihitung kembali agar keberadannya tidak merembes ke pasar tradisional.
Sebab sesuai dengan komitmen pemerintah bahwa gula yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam hal ini GKPadalah gula yang berasal dari tebu masyarakat dalam hal ini adalah petani, sedangkan GKR yang diperuntukan industri mamin barulah berasal dari impor raw sugar.
“Jadi saat ini menumpuknya gula dipergudangan milik pedagang merupakan bukti bahwa berlebihnya impor raw sugar,” keluh Soemitro.
Sehingga, Soemitro berharap, ” hitunglah terlebih dahulu berapa sebenarnya kebutuhan raw sugar untuk bahan baku GKR, jangan sampai mengganggu GKP yang berbahan baku tebu milik kita (petani-red).” YIN