Jakarta, Mediaperkebunan.id
Pada tahun 2022, 362.000 hektar hutan dan kawasan yang dinilai perlu untuk konservasi telah dilindungi secara global melalui standar, sistem dan prosedur RSPO, yang luasnya hampir enam kali luas DKI Jakarta. Indonesia mereprentasikan proporsi terbesar kawasan konservasi ini, yaitu sebesar 150.000 hektar atau 40% dari total kawasan konservasi RSPO.
WWF, salah satu anggota pendiri RSPO, secara aktif mempromosikan produksi minyak sawit berkelanjutan melalui berbagai program dan proyek di beberapa lanskap prioritas konservasi www.rspo.org di seluruh Indonesia. Tujuan utamanya adalah menghilangkan deforestasi dari rantai pasokan minyak sawit melalui inovasi serta kombinasi pendekatan lanskap dan yurisdiksi. Angga Prathama Putra, WWF Indonesia Sustainable Palm Oil Project Leader, menyatakan hal ini dalam
WWF juga terlibat dalam intervensi pasar dengan mendorong perusahaan-perusahaan hilir untuk menggunakan minyak sawit berkelanjutan bersertifikat (CSPO). Inisiatif ini didorong oleh potensi pasar domestik Indonesia.
Berdasarkan survei WWF bersama Nielsen dan MarkPlus, kemauan konsumen (di kota-kota besar) untuk membeli produk komoditas berkelanjutan (seperti produk berbasis CSPO) meningkat dari 63% pada tahun 2017 menjadi 82% pada tahun 2020. Namun ketersediaan CSPO Produk berbasis CSPO yang ada di pasaran masih terbatas, hal ini juga disebabkan oleh terbatasnya jumlah pemasok CSPO.
Saat ini WWF telah berkolaborasi dengan 1.000 petani sawit guna penerapan praktik sawit berkelanjutan, dimana sebanyak 700 petani sawit telah berhasil memperoleh sertifikat RSPO, serta telah memetakan ketelusuran untuk 247 petani dengan produksi mencapai 1.402 ton CPO.
“Kami juga sedang menerima anggota baru bagi petani sawit sebanyak 490 petani,” katanya. Bahkan guna meningkatkan serapan CSPO,WWF juga telah menginisiasi dengan 46 pelaku bisnis, serta diantaranya 11 pelaku berkomitmen dalam meningkatkan produksi minyak sawit berkelanjutannya.
“Serta telah mengajak 3 pabrik kelapa sawit dalam upaya mengajak konsumen dalam menggunakan produk minyak sawit berkelanjutan,” tandas Angga.
Pada tahun 2015, Prosedur Remediasi dan Kompensasi (RaCP) telah diadopsi untuk memberikan jalan bagi Anggota RSPO dalam mengatasi masalah deforestasi di masa lalu, sebagai salah satu prasyarat Sertifikasi RSPO. Pada tanggal 31 Desember 2022, melalui penilaian perubahan penggunaan lahan (LUCA) mengidentifikasi 658 kasus secara global yang dianggap memerlukan Rencana Remediasi atau Rencana Kompensasi, tergantung pada bagaimana kasus ketidakpatuhan terjadi.
Anggota RSPO, yang beroperasi di Indonesia menyumbang 29% dari 311 Rencana Kompensasi yang disetujui untuk dilaksanakan, telah melakukan remediasi seluas 69.804 hektar, suatu wilayah yang jauh lebih besar dari luas DKI Jakarta.
Anggota RSPO, PT Bio Inti Agrindo (PT BIA), yang perkebunan dan wilayah petani plasmanya telah tersertifikasi RSPO, adalah contoh bagaimana operator kelapa sawit di Indonesia memprioritaskan pengembangan prosedur remediasi dan kompensasi untuk meningkatkan standar keberlanjutan dalam sektor ini.
Kartika Dewi, Manajer ESG, PT BIA, mengatakan, “Sebagai salah satu perkebunan pertama di Papua yang mendapatkan sertifikat RSPO, kami memiliki komitmen yang kuat terhadap program tanggung jawab lingkungan, konservasi, dan pengembangan masyarakat.