2nd T-POMI
2017, 23 Oktober
Share berita:

Pemerintah akan melakukan replanting karet dengan target 60% dari tanaman karet rakyat atau 1.8 juta ha selama jangka waktu 30 tahun (1 siklus tanaman karet) atau 60.000 ha/tahun. Pola tanam yang dipakai adalah pola tumpang sari berkelanjutan dengan populasi tanam karet 400 batang/ha. Demikian keputusan pertemuan Kantor Menko Perkenomian yang diwakili oleh Musdhalifah Mahmud dan Forum Komunikasi Dewan Komoditas Perkebunan (FKDP) yang dipimpin A.Aziz Pane, yang juga ketua Dewan Karet Indonesia.

Pembiayaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan. Retribusi akan ditarik Rp200/kg crumb rubber dengan kompensasi pungutan PPN akan diturunkan dari 10% menjadi 1%/kg bokar atau 0,5%/kg crumb rubber.

Bantuan gratis bagi petani pada tahun pertama adalah biaya land clearing sampai siap tanam, bibit karet, bibit tumpang sari, sarana produksi dan peralatan pertanian kecil, upah tenaga kerja dan biaya sertifikasi. Tahun 2 sampai 4 sarana produksi dan upah tenaga kerja. Kredit KUR dengan bunga 6% untuk tambahan biaya hidup dari pendapatan tanaman tumpang sari.

Melibatkan industri crumb rubber untuk menampung hasil karet petani; industri pakan ternak untuk menampung hasil panen tumpang sari jagung, industri tempe untuk kedelai dan Bulog untuk padi. Industri pengolah kayu/mebel untuk mengolah kayu karet; perbankan untuk KUR dan kementerian/lembaga/pemda dan Puslit Karet terkait perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

Dasar pertimbangan replanting adalah dari luas areal 3 juta ha karet rakyat baru sekitar 45% menggunakan klon unggul sehingga produktivitas sulit ditingkatkan ( 1ton/ha/tahun). Negara pesaing Thailand 1,3 ton/ha, Malaysia 1,4 ton/ha dan Vietnam 1,7 ton/ha.

Sekitar 85% tanaman menghasilkan dengan produktivitas rendah diiikuti harga jatuh sejak 2011 dari USD4,5 menjadi USD1,4/kg saat ini sehingga usaha tani karet tidak mampu menunjang perekonomian keluarga. Petani karet dan penyadap mencari kerja serabutan.

Baca Juga:  OPT Menyerang Kakao, Siapa Takut?

Karet alam Indonesia punya keunggulan spec teknis yang dibutuhkan industri ban yang tidak dimiliki produsen karet alam lainnya, sehingga harus dipertahankan keberadaannya. Dengan kondisi diatas, petani tidak akan mampu secara swadaya dengan modal sendiri meremajakan tanaman, sehingga diperlukan intervensi pemerintah. Disisi lain pemerintah kesulitan keuangan untuk membantu petani merejakan kebunnya, sehingga perlu dicari terobosan yang tidak melanggar aturan.