Jakarta – Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), bukan semata-mata mengganti tanaman tua atau salah benih dengan tanaman baru menggunakan benih bersertifikat. Tapi PSR adalah membangun pondasi baru perkebunan kelapa sawit rakyat.
Hal tersebut mengemuka dalam Seminar Naional dengan tema “Seriuskah Program Peremajaan Sawit Rakyat?” Peremajaan Sawit Rakyat Solusi Peningkatan Produktivitas Sawit Nasional yang dilaksanakan Media Perkebunan di Jakarta.
Artinya, menurut Bungaran Saragih, Menteri Pertanian Periode 2000 – 2004 dengan melakukan PSR maka ada banyak hal yang harus dibenahi bukan semata-mata dengan PSR maka dapat meningkatkan produktivitas tanaman rakyat.
Sehingga diharapkan dalam PSR ini jangan hanya berpikir mengganti tanamannya saja tanpa membenahi atau menata perkebunannya. “Maka dalam hal ini jangan berpikir mikro, tapi juga berpikir makro,” tegas Bungaran.
Sehingga, Bungaran berharap dalam program PSR ini pemerintah harus bisa men-design tenaman sawit rakyat ini. Sebab jika pemerintah tidak bisa membenahinya maka masalah ini akan terus menjadi masalah di beberapa tahun kedepan meskipun melakukan peremajaan.
“Saya melihat ini salah satu stargi pemerintah untuk mensinkronkan pemerintah pusat dengan daerah. Atas dasar itulah presiden turun langsung ke bawah untuk membenahinya. Ini dilakukan agar sawit rakyat naik kelas dan lebih berkelanjutan,” ucap Bungaran.
Hal seneda diungkapkan, Antarjo Dikin, Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), bahwa dengan melakukan PSR ini maka akan ada banyak hal yang terbenahi.
Seperti diketahui, bahwa ditahun 1980-an ada banyak lahan terlantar yang sulit untuk dibudidayakan untuk pertanian. Lalu masuklah tanaman kelapa sawit yang mampu mengubah ekonomi masyarakat. Bahkan ada masyarakat yang sudah 30 tahun menetap disana dan hidup dari kelapa sawit.
“Dari yang tidak punya kendaraan menjadi punya kendaraan sekelas pejabat dan bisa menuaikan ibadah haji semua itu karena kelapa sawit,” kata Antarjo.
Melihat fakta tersebut, Antarjo mengakui, bahwa maka tanaman kelapa sawit telah mengubah ekonomi masyarakat. Bahkan bukan hanya masyarakat yang merasakan dampak ekonominya, tapi juga pemerintah daerah (Pemda) setempat.
“Dari kelapa sawit daerah-daerah tumbuh dan berkembang dan itu bukti nyata,” tutur Antarjo.
Namun, Antarjo mengakui dengan berkembangnya kelapa sawit rakyat ini, negara luar dalam hal ini Eropa merasa terganggu. Padahal negara Eropa juga melakukan hal yang sama sebelum menjadi seperti saat ini.
“Eropa hanya ingin menang sendiri, padahal dia senidiruntuk menjadi negara maju juga melakukan hal yang sama. Apakah yang dia lakukan pola sustainable?” Tanya Antrajo.
Meski begitu, Antrajo mengakui bahwa permintaan akan produk kelapa sawit masih tinggi. Tapi tetap harus dibenahi agar tidak ada lahi celah untuk memojokan produk kelapa sawit.
Contoh nyata yaitu cangkang kelapa sawit yang saat ini bisa dijadikan briket sebagai sumber energi, dan itu permintannya cukup tinggi. Lalu gula dari kelapa sawit dan itu permitaan dari Sumatera Selatan juga lumayan banyak. Hal itu karena gula yang berasal dari kelapa sawit sangat bagus untuk penderita penyakit diabetes.
“Artinya kelapa sawit itu tanaman kehidupan karena semua bagian bisa digunakan, maka tidaklah heran jika kelapa sawit tidak hanya sebagai sumber energi tapi juga untuk pangan,” terang Antrajo.
Sementara itu, Gamal Nasir, Pengamat Perkebunan mengungkapkan membenarkan bahwa pertumbuhan kelapa sawit rakyat cukup pesat karena memang memberikan banyak manfaat, dan itu sudah terbukti.
Bukti nyata, berdasarkan catatan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian tahun 2017, bahwa dari luas perkebunan kelapa sawit yang luasnya mencapai 12.307.677 hektar, yang dimiliki oleh rakyat atau petani mencapai 4.756.272 hektar. Angka ini meningkat tajam dibandingkan dengan tahun 1979 atau awal perkebunan rakyat, dimana total luas perkebunan kelapa sawit hanya 260.939 hektar dan yang dimiliki oleh petani seluas 3.125 hektar. Angka tersebut terus meningkat setiap tahunya.
“Artinya program PSR ini sangatlah berat jika tidak dilakukan dengan bersungguh-sungguh,” terang Gamal. Sekedar catatan, bahwa target PSR tahun 2019 ini yaitu 200 ribu hektar, dan data rekomendasi teknis (rekomtek yang sudah masuk per Juni 2019 mencapai sekitar 33 ribu hektar. YIN