2nd T-POMI
2019, 14 Oktober
Share berita:

Ganoderma pertama kali di dokumentasikan di Kongo Afrika tahun1915. Tahun 1932 Thomson mendokumentasikan di Malaysia, menyerang kelapa sawit umur 25 tahun dan dinyatakan tidak penting.

Tahun 1954 laporan agronomi Socfin menyebutkan serangan di Bangun Bandar dan Mata Pao dan dinyatakan sebagai masalah serius. Dikendalikan menggunkan Copper Oxide dengan merek Paten Kali.

Tahun 1960 luas tanaman kelapa sawit bertambah, serangan penyakit busuk akibat ganoderma juga semakin bertambah, tanaman yang terinfeksi berumur 10-15 tahun. Tahun 1990 ditemukan menginfeksi tanaman berumur 1-2 tahun dimana kerusakan parah mulai terjadi pada umur 4-5 tahun.

“Penyakit ini sangat berbahaya karena menyerang secara masif. Ditemukan juga serangga penular ganoderma. Secara genetik ganoderma di Sumatera, Thailand dan Malaysia sama. Sedang Kalimantan agak berbeda dan Afrika sangat berbeda. Jadi apakah metode pengendalian di Sumatera bisa diterapkan di Kalimantan dan Afrika masih perlu penelitian kembali,” kata Indra Syahputra, Head of Socfindo Seed and Laboratories.

Berdasarkan pengamatan di kebun komersial Socfindo serangan ganoderma menyebabkan kehilangan 36% dalam setahun dan produktivitas TBS turun 42%. Kerugian ekonomis akibat serangan Ganoderma mencapai Rp30 miliar/tahun pada kebun dengan luas 10.000 ha, atau Rp3 juta/ha/tahun.

Sangat ini pengendalian dengan menggunakan benih yang toleran ganoderma menjadi kunci utama untuk mengatasinya tetapi harus diberi tambahan perlakuan. Pengendalian dengan kimia belum ada yang berhasil, baru sukses di laboratorium tetapi di lapangan tidak berjalan. Pengendalian secara biologi dengan Trichoderma dan bakteri endofit sangat menjanjikan dan beberapa perusahaan sudah masuk ke sini. Kultur teknis seperti sanitasi, penyiapan lahan dan lain-lain juga penting.

“Untuk saat ini menggunakan bahan tanaman toleran ganoderma merupakan satu-satunya cara mencegah serangan dan sudah terbukti. Sedang pengendalian secara biologi biayanya masih tinggi. Penelitian sekarang mengarah pada penggunaan tanaman toleran,” kata Indra lagi.

Baca Juga:  CATATAN AKHIR TAHUN GAMAL NASIR : HARAPAN PADA DIREKTORAT SAWIT DAN PALMA LAINNYA

Socfindo adalah sumber benih pertama yang mengeluarkan benih toleran ganoderma pada tahun 2013, saat ini kapasitas produksi 7.000.000 butir dan dijual. Lonsum tahun 2015 kapasitas produksi 500.000 butir masih digunakan sendiri. Sinar Mas tahun 2017 kapasitas 1.000.000 butir untuk digunakan sendiri. PPKS tahun 2017 kapasitas 500.000 butir dan dijual. Asian Agri 2018 350.000 butir dan digunakan sendiri. Dari kapasitas 9.350.000 butir yang tersedia untuk umum adalah 7,5 juta butir. Di Malaysia Felda melepas Yangambi tolera ganoderma tahun 2016 dengan kapasitas 200.000 butir dan dijual di Indonesia melalui sebuah perusahaan.

Tahun 2018 penjualan DxP Socfindo MT Gano adalah 4.422.794 butir. Bahan tanaman ini lebih tahan terhadap ganoderma dan tetap memberikan profit tinggi sambil tetap menjaga kelestarian alam. Penggunaan bahan tanaman ini pada umur 25 tahun penurunan populasi hanya 1,5% sedang benih lain 5,5%. Perbedaan tingkat kematian 4%/tahun.

Pada kondisi endemik ganoderma, penggunaan DxP Socfindo MT Gano menghasilkan CPO 165 ton/ha sedang benih lain 109 ton/ha beda 51%. PKOnya 28 ton sedang benih lain 19 ton beda 47%. CPO dan PKO 1,5 kali lipat dibanding yang biasa karena bisa menjaga populasi tanaman 100 pohon/ha.

Dibanding DxP Socfindo Lame/ Yangambi penggunaan MT Gano ini menambah investasi benih Rp3,8 juta/ha karena harga benihnya Rp19.000/butit sedang Socfindo Y/L Rp10.000/butir. Tetapi kalau terkena ganoderma potensi ekonominya bertambah Rp392 miliar/ha/25 tahun.