Jakarta, Mediaperkebunan.id
Kelapa sawit memang luar biasa. Indonesia saat ini merupakan produsen sawit terbesar di dunia dengan serapan tenaga kerja dihulu 6,9 juta orang petani dan dihilir 16,2 juta pekerja. Kelapa sawit sudah menciptakan lapangan kerja, kontribusi terhadap PDB, ekspor non migas dan sumber energi. Dengan devisa mencapai Rp451,8 miliar merupakan ekspor terbesar dan lebih besar dari ekspor migas.
Kelapa sawit merupakan komoditas khusus yang sangat seksi. Karena itu banyak kementerian/lembaga yang mengurus. Di hulu diurus oleh Kementerian Pertanian, dengan subdirektorat sawit (setingkat eselon 3) dibawah Dirat Tanaman Tahunan dan Penyegar. Industri hilir dibina oleh Ditjen Industri Agro tetapi pembinaan tersebar di Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan, masuk dalam Subdirektorat Program Pengembangan Industri Hasil Hutan dan Perkebunan.
Untuk perdagangan juga dibawah Kemendag dengan Ditjen Perdagangan Luar Negeri untuk ekspor dibawah Direktorat Ekspor Produk Kehutanan dan Pertanian dan Ditjen Perdagangan Dalam Negeri untuk tata niaga. Demikian juga di Kemenko Perekonomian dibawah Deputi II bidang Pangan dan dan Agribisnis dan eselon 2 Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan, yang dalam praktek sehari-harinya juga lebih banyak mengurus sawit.
Kementerian Keuangan mengurus sawit lewat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang merupakan BLU non eselon . Dana Pungutan tahun 2022 diperkirakan mencapai Rp34,5 triliun dan imbah hasil dana kelolaan Rp800 miliar, sedang penyaluran untuk PSR Rp923 miliar, biodiesel Rp10,6 triliun, litbang Rp501,2 miliar, Pengembangan SDM Rp305,2 miliar, sarana dan prasarana Rp44,3 miliar.
Karena sawit sudah besar ada usulan dari asosiasi pengusaha juga petani yang merasa bahwa sawit pembinaan oleh pemerintah yang tersebar di banyak kementerian dan lembaga ini tidak efektif. Karena besar menurut pandangan mereka sudah saatnya sawit dibina oleh satu Kementerian Khusus, minimal eselon I dibawah Kementerian Perkebunan, lebih bagus lagi otoritas khusus Badan Kelapa Sawit yang mengurus sawit dari hulu ke hilir.
Menanggapi situasi seperti ini Ditjen Perkebunan akan menaikkan sawit dari eselon 3 menjadi eselon 2 dengan nama Direktorat Kelapa Sawit dan Palma lainnya. Ini menunjukkan perhatian Kementan terhadap kelapa sawit sangat tinggi.
Kelapa sawit adalah satu-satunya komoditas perkebunan yang mayoritas (59%) luas lahan dikuasai oleh korporasi dan rakyat 41%. Komoditas perkebunan lain mayoritas petani. Karet, kelapa, kopi, kakao, tebu (di Jawa) , rempah-rempah semuanya merupakan komoditas rakyat.
Sesuai dengan tupoksinya maka tugas Ditjen Perkebunan adalah membina petani sehingga mereka bisa lebih sejahtera dengan bermacam-macam program dan bantuan dengan pembiayaan APBN. Berarti tugas Direktorat Sawit adalah membina petani kelapa sawit yang luasnya 41% dan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang wewenang izinnya ada di daerah semua.
Dengan perubahan nomenklatur jadi eselon 2 diharapkan pembinaan petani lebih intensif dan tupoksinya karena berada dibawah Kementan adalah di hulu. Padahal sawit perlu keterpaduan dari hulu sampai hilir. Malaysia melalui MPOB (badan semi pemerintah) sudah memadukan mulai dari pungutan, pembiayaan petani, industri hulu, industri hilir, perdagangan, kampanye positif. Di Indonesia ada usulan serupa dengan nama Badan Kelapa Sawit Nasional, tetapi UU Kelapa Sawit yang menjadi payung hukumnya tidak pernah masuk dalam pembahasan DPR.
Harapan kalau sudah berdiri maka Direktorat Sawit dan Palma lainnya akan lebih cepat bergerak mencapai target PSR, meningkatkan dana sarpras dan mempeluas kelembagaan petani yang mendapatkannya, lebih banyak petani yang ikut pelatihan dalam pengembangan SDM. Aturan penggunaan dana BPDPKS terkait PSR, Sarpras, SDM, litbang yang selama ini menyebar di setiap eselon 2 Ditjenbun bisa berada dibawah direktorat baru. Kerjasama dengan BPDPKS.
Petani kelapa sawit terutama swadaya masih banyak yang bermasalah seperti produktivitas rendah, belum berlembaga, masuk dalam kawasan hutan. Direktorat baru ini diharapkan bisa menyelesaikan semua itu dan mendorong kemitraan petani swadaya dengan perusahaan. Asosiasi petani kelapa sawit juga paling banyak, yang aspirasinya sering berbeda-beda. Direktorat baru ini harus bisa memilah-milah suara asosiasi mana yang benar-benar aspirasi petani mana yang kepentingan pengurus pribadi.
Direktorat Sawit dan Palma lainnya sebaiknya tidak konsentrasi di sawit saja tetapi juga tiga tanaman palma utama yaitu kelapa, sagu dan aren. Kelapa saat ini bisa dikatakan hampir 100% rakyat juga butuh perhatian terutama menyeimbangkan kepentingan industri dan petani. Di Indonesa ada beberapa industri besar kelapa yang pasokannya tergantung pada petani. Harga pembelian kelapa fluktuatif tergantung pada bursa CNO meskpun pabrik itu tidak memproduksi minyak kelapa.
Industri kelapa juga tumbuh di Malaysia, Thailand, Vietnam dan China. Tetapi mereka kekurangan bahan baku sehingga mengimpor kelapa segar dari Indonesia. Sering terjadi tarik ulur petani ingin ekspor kelapa bebas karena produksi kelapa masih berlebih meskipun diambil industri dan untuk keperluan rumah tangga. Sedang industri minta ada pembatasan karena ada periode tertentu mereka kekurangan bahan baku tetapi ada periode lain mereka tidak bisa menampung semuanya. Ini yang harus dicari solusinya.
Sagu juga harus jadi perhatian. Dengan luas 5 juta ha Indonesia adalah lumbung pangan sagu terbesar di dunia. Tetapi potensi ini masih tidur. Saat ini industri olahan sagu sudah mulai bermunculan seperti mie sagu. Impor gandum untuk terigu bisa dikurangi dengan sagu. Sagu juga bisa kembali menjadi makanan pokok di daerah tertentu yang sekarang hilang karena ketergantungan pada padi.
Aren juga potensial dikembangkan untuk gula. Jadi Indonesia tidak perlu susah payah swasembaga gula pasir dari tebu tetapi swasembada gula dengan gula berasal dari tebu, aren dan kelapa.
Timbulnya direktorat sawit bisa jadi akan memicu tuntutan yang sama dari komodoitas lain seperti karet, kopi , kakao , rempah. Karet 5 tahun harga rendah sehingga memicu konversi ke tanaman lain. Kakako yang produksinya semakin merosot dan impor semakin tinggi karena permintaan tinggi. Kopi yang permintaan dunia sangat tinggi. Tidak mungkin setiap komoditas dijadikan direktorat sendiri.
Jadi akhirnya selamat datang direktorat sawit dan palma lainnya. Semoga membawa perbaikan terhadap tata kelola sawit rakyat dan memperbaiki kondisi petani swadaya, juga mampu mengangkat komoditas palma lainnya. Jangan business as usual yang pada akhirnya sama saja dengan sebelum direktorat baru ini ada. Harus ada terobosan.