2nd T-POMI
2024, 12 Februari
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Teknologi PKS (Pabrik Kelapa Sawit) saat ini adalah teknologi zaman kolonial yang tidak melihat sawit sebagai sumber nutrisi. “Kenapa PKS menggunakan strelisasi dan wet proses yang perlu steam, sehingga harus dekat sungai karena perlu air banyak, lahanNya harus luas sebab limbahnya besar. Sebab yang dituju adalah sawit sebagai lemak, bukan nutrisinya,” kata Sahat Sinaga, Plt Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia/Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia kepada Mediaperkebunan.id, sehubungan akan diadakannya 2nd T-POMI (Updating Technology and Talent Palm Oil Mill Indonesia)  yang diselenggarakan P3PI dan Media Perkebunan, 18-19 Juli mendatang di Bandung.

Pada waktu itu Eropa menggunakan lemak hewan dan lemak ikan Paus untuk dijadikan lilin. Ketika kedua jenis hewan ini semakin langka maka mereka melirik kelapa sawit sebagai sumber lemak. Karena itu dalam prosesnya mengabaikan kandungan nutrisi sawit.

“Saya sendiri baru sadar ketika bertemu dengan orang Afrika. Sawit Indonesia bagi mereka no tekstur, tidak ada rasa. Mereka tidak mau menggunakannya. Mereka sudah ratusan tahun menggunakan sawit sebagai sumber nutrisi, badanya kekar-kekar, tidak ada stunting, jago sepakbola dan tidak ada yang menggunakan kaca mata,” kata Sahat.

Karena itu Sahat mengembangkan teknologi baru pengolahan TBS supaya nutrisinya terjaga. TBS berasal dari petani, karena kematangannya tidak seragam maka dilakukan pematangan dengan ethapon, seperti pada pisang, selama 24 jam. Setelah itu dibrondol dan diproses dengan tekanan 1 bar dalam waktu 45 menit. Berbeda dengan proses konvensional yaitu TBS dimasak dengan tekanan 3 bar dan suhu 1420 C dalam waktu 90 menit sehingga semua nutrisi hilang. “Buat apa saya memasak tandan yang akhirnya dibuang, hanya membuang energi saja,” katanya.

Baca Juga:  BPDPKS  : SAWIT SANGAT MEMBUTUHKAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Minyak sawit dilihat dari kandungannya identik dengan air susu ibu. Ditemukan teknologi dry process yang mampu menjaga mikro nutrisi alami tinggi sewaktu mengolah TBS menjadi minyak sawit DPFO (Degumed Palm Fruit Oil) dan aplikasi teknologi ramah lingkungan untuk memurnikan DPFO menjadi RPFO (Reseterfied Palm Mesocarp Oil) dengan FFA rendah, beroperasi ditemperatur <70 0C,maka toxic 3-MCPDE dan GE tak terjadi dan mikro nutrisi tetap tinggi, bila diblending dengan susu maka RPFO akan semakin sempurna menjadi senjata pamungkas cegah stunting dan A vitaminosis.

Harga DFFO harus premium, lebih tinggi dari CPO dan ada off taker industri hilirnya. Hilir ini mengubah DPFO menjadi produk fungsional. Berkaca dari proyek PKS mini yang gagal karena tidak dibeli oleh perusahaan besar, maka Sahat sudah menyiapkan pembeli PKS teknologi baru ini. Sudah dibuat kapsul dan diujicobakan pada pelari hasilnya bagus sekali.

“Jadi teknologi pengolahan yang saya siapkan akan menjaga nutrisi sawit. Sawit bernilai ekonomi tinggi dengan menjadi pangan fungsional,” katanya.