Sudah bukan rahasia lagi bahwa komoditas perkebunan selain padat karya juga sebagai penopang ekonomi, ha ini karena telah menyumbang devisa terbesar dan melebihi minyak dan gas (migas), maka sangatlah wajar jika seharusnya komoditas perkebunan harus lebih diperhatikan
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Nasir mengatakan bahwa perkebunan akan tetap menjadi sektor yang propektif. “Hanya perlu perlu perhatian pemerintah mengingat sebagian besar merupakan perkebunan rakyat,” tegas Gamal.
Contohnya, lanjut gamal, pada kelapa sawit sekitar 45%-nya dikuasai oleh petani mandiri. Lalu pada tanaman kakao dan kopi yang hampir 95% juga dikuasai oleh petani mandiri. Bagitu juga pada tanaman teh, tebu dan lainnya rata-rata lebih dari 50% dikuasai oleh petani.
Artinya dengan luas areal perkebunan yang rata-rata dikuasai oleh petani mandiri tapi tetap bisa memeberikan sumbangan kepada negara, maka sangatlah wajar jika ada permasalahan pada petani perkebunan harus segera diselasaikan.
“Satu diantaranya yaitu rata-rata tanaman perkebunan yang dimiliki oleh petani sudah banyak yang tua dan perlu diremajakan. Kemudian rendahnya produktivitas pada tanaman karena banyak yang terserang hama dan penyakit sehingga perlu dilakukan intensivikasi,” risau Gamal.
Melihat fakta tersebut, Gamal menjabarkan, maka keluarlah beberapa program agar komoditas perkebunan tetap bisa bertahan. Diantaranya yaitu Gernas Kakaodi tahun 2009 dan Kakao Berkelanjutan pada tahun 2015 untuk komoditos kakao.
“Anggaran yang cukup besar telah dialokasi pemerintah pusat melalui Ditjebun untuk perkebunan kakao. Petani saat ini sudah bisa hasilnya bahkan harganya kini sedang melambung tinggi . artinya jika tidak ada program tersebut maka masyarakat kehilangan momentum,” terang Gamal.
Tidak hanya kakao, lanjut Gamal, pemerintah juga mendorong perbaikan produksi tanaman teh melalui program revilitasasi teh pada tahun 2013 – 2015 melalui program Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional (GPATN) untuk memperbaiki kebun masyarakat. Kemudian dilanjutkan pada tahun 2016 melalui program intensivikasi.
Sementara itu untuk tebu, perhatian pemerintah tidak perlu diragukan lagi, dengan alokasi anggaran yang besar untuk peningkatan produksi nasional dalam rangka mencapai swasembara gula. Anggaran tersebut digunakan untuk menambah luas areal dan juga merevitalisasi pabrik gula (PG) yang rata-rata sudah cukup tua.
“Apa yang telah kami lakukan adalah untuk memperbaiki tanaman perkebunan rakyat. Dengan tujuan untuk meningkatkan produksi dan mutu,” katanya Gamal.
Begitu juga untuk tanaman kelapa sawit, Gamal berjanji pihaknya akan terus mendorong dalam penguatan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Penguatan ini perlu dilakukan mengingat banyak negara luar yang mencoba memasukan standar sustainable namun tidak sesuai atau bertolak belakang dengan Undang-Undang ataupun Peraturan Menteri yang berlaku saat ini, khususnya untuk konservasi dan dukungan terhadap perkebunan rakyat.
“Selama 6 tahun ini pemerintah pusat melakukan penguatan ISPO dan berbagai regulasi yang pro people dan environment”, tegas Gamal.
Namun, Gamal mengakui meskipun berbagai program telah dilakukannya untuk meningkatkan daya saing petani melalui peningkatan produktivitas tapi memang masih jauh dari sempurna meskpun hasilnya sudah mulai dirasakan.
“Jadi setelah 6 tahun saya memimpin, saya akan menyerahkan tongkat estapet kepada penerus saya dengan sejumlah harapan dan tatangan,” terang Gamal.
Sebab, menurut Gamal untuk bisa mewujudkan Indonesia sebagai produsen perkebuban terbesar, sangat diperlukan dukungan dari berbagai pihak mengingat rata-rata perkebunan di Indonesia dikuasai oleh rakyat. Diantaranya mutu pada biji kakao, CPO dan produk turunannnya yang sustainable, kopi yang bercitarasa tinggi, hingga teh dengan standar tinggi sehingga bisa menjadi solusi sebagai minuman kesehatan bukan sekedar penghilang dahaga.
Sebab dengan adanya peningkatan mutu dan produktivitas akan berpengaruh terhadap peningkatkan kesejahteraan petani. Artinya perbaikan tidak semata-mata diwujudkan pada sisi on farm melainkan juga melalui penguatan kelembagaan dan membangun integrasi on farm dengan off farm khususnya dengna pasar dengan baik.
“Saya yakin tantangan Dirjen ke depan semakin berat. Sehingga pemimpin ke depan tidak cukup hanya cerdas, dan punya pengalaman, tapi juga harus dapat merangkul berbagai kepentingan,” harap Gamal. YIN