CPOPC (Council of Palm Oil Producing Countries,) memproyeksikan tahun 2025 bebas deforestasi menjadi norma kelapa sawit, kelebihan pasokan diatur lewat program biodiesel , harga lebih baik dan pasokan normal. Tan Sri Datuk Yusron Basiron, Direktur Eksekutif CPOPC menyatakan hal ini.
Minyak sawit sangat sustainable dan potensial permintaanya akan naik terus. Sejak tahun 1970 sampai 2018 konsumsi minyak sawit dunia naik 70 kali lipat. Hal ini menunjukkan negara produsen bisa terus memproduksi untuk memenuhi permintaan ke depan yang naik pesat.
Untuk bahan bakar nabati, biodiesel kelapa sawit permintaannya tidak terbatas bergantung pada harga minyak bumi dan CPO meskipun di era mobil listrik. Tahun 2010-2018 konsumsi minyak sawit dunia naik 2 kali lipat dan biodiesel yang paling besar. Dalam 11 tahun terakhir produksi biodiesel meningkat pesat.
Tantangannya adalah pasokan. Tahun 2019 diperkirakan tambahan produksi Indonesia dan Malaysia hanya 2,8 juta ton. Kebijakan moratorium baik Indonesia dan Malaysia membuat ekspansi terbatas. Sementara itu jumlah pohon yang menua semakin luas sehingga dilakukan peremajaan, menyebabkan laju peningkatan produksi terbatas.
Dalam kondisi ini untuk menghadapinya maka satu-satunya cara adalah kerjasama yang kuat antar negara produsen. CPOPC dengan anggota Malaysia, Indonesia dan Kolombia merupakan bentuk kerjasama antar negara produsen minyak sawit. Tiga strategi CPOPC saat ini adalah rasionalisasi pasokan, respon terhadap RED II EU lewat WTO dispute Setlement dan inisiatif pembalasan perdagangan; menciptakan kembali image sawit hijau terutama di Eropa.
Dalam implementasi biodiesel, negara-negara produsen harus konsolidasi dengan tujuan standarisasi persentase pencampuran untuk menjamin kualitas dan ketersediaan biodisel. B30 di Indonesia dan B20 di Malaysia akan mengkonsumsi 11 juta ton minyak sawit. Produksi minyak sawit akan naik 2,5 juta ton sedang permintaan biodiesel naik 5 juta ton sehingga akan menciptakan keseimbangan baru di pasar.