2nd T-POMI
Share berita:

Stop pengkerdilan tanamn perkebunan. Ini karena tanaman perkebunan tidak hanya menyumbang pendapatan negara terbesar, tapi juga sebagai perekat.

Benar, perkebunan memang sudah membuktikan diri sebagai penyumbang PDB Nasional terbesar tahun 2016 yang nilainya mencapai Rp 429 triliun. Angka tersebut didapat dari sektor perkebunan kelapa sawit, kopi, kakao, rempah-rempah dan lainnya. Bahkan tingginya pendapatan yang dihasilkan dari komoditas perkebunan telah melebihi sektor migas yang nilainya hanya Rp 365 triliun.

Melihat tingginya PDB yang dihasilkan dari komoditas perkebunan maka perlu ada penguatan perkebunan melalui penyempurnaan regulasi yang berlaku yang tertuang dalam peraturan pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri Pertanian (Permentan), hingga Surat Keputusan (SK).

“Sehingga regulasi harus disesuaikan dengan kondisi saat ini, hal tersebut berlaku untuk semua komditas perkebunan,” ucap Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Bambang.

Lebih lanjut, menurut Bambang penyempurnaan regulai perkebunan perlu dilakukan bukan sekedar untuk memperkuat komoditas perkebunan, tapi juga untuk membangun perkebunan yang lebih besar lagi baik perkebunan swasta, perkebunan negara, ataupu perkebunan rakyat.

Bahkan peneympurnaan regulasi ini perlu dilakukan untuk bisa mengintegrasikan antara perkebunan milik perusahaan swsata, dan pemerintah dengan perkebunan milik rakyat. Ini perlu dilakukan karena secara umum luas perkebunan masih didominasi oleh perkebunan rakyat, artinya perkebunan milk perusahaan wajib melakukan kemitraan dengan perkebunan milik rakyat.

“Hanya dengan kemitraanlah perkebunan bisa terangkat mengingat luas perkebunan di Indonesia mayoritas dikuasai oleh rakyat,” himbau Bambang.

Perkebunan penyumbang PDB Nasional terbesar tahun 2016 yang nilainya mencapai Rp 429 triliun, diantaranya dari perkebunan kelapa sawit – Foto: YIN

Lebih dari itu, Bambang mengakui hanya dengan melakukan kemitraanlah maka dapat meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat. Dan hanya dengan melakukan kemitraan jugalah industri pengolahan di dalam negeri bisa memenuhi pasokan atau bahan baku sesuai dengan kriterianya.

Baca Juga:  PERUSAHAAN PERKEBUNAN DI MINTA BANGUN PEMBANGKIT LISTRIK BIOGAS

Contoh, kakao potensi produktivitas bisa mencapai 4 ton/hektar/tahun, sementara saat ini produktivitas petani kakao hanya 500 kg/hektar/tahun. Lalu pada kelapa sawit milik petani mandiri produktivitas tanadan buah segar (TBS)-nya hanya berkisar antrara 16 – 18 ton/hektar/tahun, padahal seharusnya bisa mencapai 36 ton/hektar/tahun.

“Sehingga dengan melakukan kemitraan bukan tidak mungkin akan meningkatkan produktivitas petani pekebun, hal ini karena mayoritas lahan perkebunan dikuasi oleh petani mandiri,” himbau Bambang.

Selamatkan Perkebunan
Namun disisi lain, Bambang melihat dengan terus tumbuh kembangnya komoditas perkebunan di Indonesia maka tidak sedikit pihak yang ingin mengkerdilkannya. Pengkerdilan terhadap komoditas perkebunan di Indonesia dapat terlihat dari berbagai kebijakan yang memperhambat masuknya hasil perkebunan asal Indonesia ke negara eksporti. Meskipun pada dasarnya negara tersebut sangat membutuhkan hasil perkebunan asal Indonesia.

Diantaranya kelapa sawit mulai dari aturan sustainable (keberlanjutan), kakao mulai dari aturan fermentasi dan non fermentasi, dan lainnya. Melihat hal tersebut maka yang harus dilakukan yaitu menyatukan kekuatan antara pelaku usaha, petani, hingga pemangku kebijakan, baik di pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah (Pemda).

“Kalau semua bersatu maka perkebunan akan kuat dan tidak akan tergoyahkan. Sehingga tidak ada yang bisa menghalangi prioritas perkebunan sebagai tulang punggung ekonomi masyarakat,” jelas Bambang.

Tidak hanya kemitraan, Bambang mengatakan, untuk meningkatkan produktivitas, Kementerian Pertanian dalam hal ini DItjen Perkebunan berkomitmen untuk terus melakukan peremajaan kepada tanaman perkebunan baik yang sudah tua ataupun salah dalam menggunakan benih.

Peremajaan Tanaman Kuncinya
Diantaranya kopi. Peremajaan tanaman kopi perlu dilakukan guna meningkatkan produksi. Hal ini perlu dilakukan mengingat permintaan akan biji kopi asal Indonesia terus meningkat. Adapun peremajaan untuk tanaman kopi tahun 2017 seluas 1.675 ha.

Baca Juga:  DISBUN SUMSEL MINTA DITJEBUN BANTU URUS KLAIM IDAPERTABUN BUMIPUTERA

“Jadi dengan melalukan peremajaan maka bisa mengingkatkan produktivitas tanaman yang akan berdampak kepada peningkatan produksi nasional,” papar Bambang.

Tidak hanya kopi, lanjut Bambang peremajaan pada tanaman kakao pun juga dilakukan guna meningkatkan produktivitas. Hal itu dilakukan juga untuk memenuhi kebutuhan industri yang terus menigkat. Adapun luasan areal untuk peremajaan tahun 2017 mencapai 5.475 ha.

Peremajaan menjadi salah satu kunci meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan.

Kemudian kelapa sawit. Kelapa sawit masuk dalam daftar tanaman yang perlu diremajakan. Hal ini juga karena tingginya permintaan dari produk turunannya. Terbukti, pengembangan produk hilir tidak hanya untuk industi makanan dan minuman (mamin) saja. Tapi juga untuk industri kesehatan, kecantikan, hingga bahan bakar dan saat ini sedang dikembangkan plastik.

Adapun target untuk peremajaan kelapa sawit yaitu seluas 2,4 juta hektar yang tersebar di 25 provinsi. Angka tersebut terdiri dari 350 ribu tanaman yang sudah tua, dan sisanya dari tanaman yang terlanjur atau salah dalam menggunakan benih asalan atau tidak bersertifikat. Keduanya wajib diremajakan karena mempunyai produktivitas yang rendah.

“Atas dasar itulah maka perlu adanya peremajaan pada tanaman perkebunan, baik tanaman kopi, kakao, kelapa sawit dan lainnya, dan ini sifatnya mendesak serta harus segera dilakukan secara serentak atau bersama-sama dari mulai tingkat kabupaten, provinsi hingga pusat,” tegas Bambang.

Disii lain, Bambang membenarkan bahwa tanaman perkebunan juga sebagai tanaman perekat atau pemersatu baik antar masyarakat juga antara masyarakat dengan perusahaan, dan masyarakat dengan pemerintah.

Melihat hal tersebut maka perkebunan kedepan akan menjadi lebih berjaya dan berdaya saing bila stake holder baik pengusaha ataupun petani bersatu bersama-sama dengan pemerintah. “Artinya perkebunan memiliki andil yang cukup besar terhadap perekonomian dan kemajuan bangsa,” pungkas Bambang. YIN

Baca Juga:  Uni Eropa “Angkat Topi” Pada ISPO