2nd T-POMI
2021, 28 November
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Kementerian Pertanian (Kementan) tanggal 25 November lalu melepas 24 ragam komoditas pertanian ke 26 negara, antara lain Amerika Serikat (AS), Inggris, Polandia, China, Korea Selatan, Jepang, Eropa Tengah, Thailand dan lainnya. Ekspor tersebut senilai Rp 568,7 miliar dan diekspor dari Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta Utara . Pelepasan dilakukan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Salah satu komoditas ekspor adalah air kelapa. Menurut Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Dedi Junaedi ekspor air kelapa sebanyak 40 ton dengan nilai Rp367 juta tujuan Miami, AS. Permintaan air kelapa di Amerika Serikat menurut eksportirnya cukup tinggi. Ekspotirnya adalah PT Pacifik Eastern Coconut Utama.

Secara terpisah, Jelfina C Alouw, Direktur Eksekutif Internatinal Coconut Communiti menyatakan air kelapa merupakan minuman baru yang tumbuhnya paling pesat dan secara cepat melakukan ekspansi pasar. Pertumbuhan permintaan mencapai 150% /tahun.

Brasil merupakan negara eksportir utama, dengan pertambahan produksi mencapai 150%/tahun. Pasar Amerika Serikat mencapai USD350 juta/tahun. Air kelapa disebut the fluid of life karena mengandung protein, asam amino, gula, vitamin, pengatur tumbuh biologis, enzim yang dipromosikan sebagai anti penuaan, penumbuh sel sehat dan rehidrasi.

Ekspor Filipina bertumbuh dari 647.000 liter tahun 2018 menjadi 51 juta liter tahun 2019. Tujuan ekspor utama adalah Amerika Serikat, kemudian Belanda. Negara tujuan ekspor lain adalah Kanada, Australia, Singapura dan China. Harga ekspor meningkat dari USD0,8/liter menjadi USD1,07/liter tahun 2019.

Amerika Serikat yang pada tahun 2010 hanya mengekspor 40.000 ton tahun 2016 sampai 2019 stabil pada 300.000-350.000 ton/tahunnya. Negara eksportir ke Amerika Serikat adalah Thailand, Brasil, Singapura dan Filipina. Tahun 2020-2025 dari semua produk kelapa yang paling tinggi pertumbuhan nilai ekspornya adalah air kelapa yaitu 18,6% dan produk yang berasal dari air kelapa nata de coco 21,3%.

Baca Juga:  ICC SIAP KERJASAMA DENGAN SEMUA PIHAK ATASI MASALAH KELAPA

Secara terpisah, Kepala Balai Penelitian Palma, Puslitbangbun, Balitbang Kementan Steivie Karouw menyatakan air kelapa diolah menjadi isotonik memberikan nilai tambah yang sangat besar. Tetapi industri ini cocok dikembangkan oleh perusahaan besar sebab higienisnya sangat dijaga. Kalau ada kontaminasi sedikit saja maka yang terjadi adalah kerugian besar.

Sedang UMKM cocok mengolah air kelapa jadi nata de coco. Balitpalma saat ini sudah menyelesaikan penelitian meningkatkan efisiensi biaya industri nata de coco. Hasil penelitian menunjukkan dengan penggunaan gula minimal (lebih sedikit) tetapi rendemennya lebih tinggi. Biaya produksi menjadi lebih rendah sedang produksi meningkat. Akhir tahun ini akan dipublikasikan dan diseminasikan sehingga bisa digunakan industri nata de coco.