Tantangan perkebunan Indonesia saat ini tidaklah mudah. Perkembangan produksi pertanian dan perkebunan tidak seimbang dengan jumlah penduduk dan kebutuhan konsumsi masyarakat. Populasi dunia mendekati 10 miliar orang pada tahun 2050. Kebutuhan konsumsi manusia juga meningkat 70 persen.
Di sisi lain, perkembangan zaman membutuhkan rumah, lahan untuk industri dan kantor. Sedangkan, lahan perkebunan dan pertanian tidak akan bertambah. Semua itu merupakan tantangan bagi hasil perkebunan yang harus diatasi dengan satu satunya cara ialah teknologi.
Demikian disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pada pembukaan World Plantation Conferences and Exhibition (WPLACE) 2017 di Jakarta, Rabu (18/10). Acara yang diselenggarakan PT Riset Perkebunan Nusantara itu juga dihadiri Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofjan Jalil dan sejumlah tokoh perkebunan.
JK mengatakan, Indonesia punya sejarah panjang terkait hasil perkebunan. Belanda dulu datang ke Indonesia untuk mencari pala dan cengkeh. Mereka kemudian membuka perkebunan dan mempekerjakan masyarakat pribumi.
JK menyebutkan, dulu Indonesia dengan bangga mengekspor gula terbesar di dunia. “Kita punya lembaga penelitian gula yang terbaik di dunia, di Pasuruan. Sekarang kita mengimpor gula. Begitu juga yang lain-lain,” katanya.
Menurut Wapres, satu-satunya solusi yang dapat menjawab tantangan itu hanya teknologi. Teknologi bibit saat ini sangat diperlukan agar produksi hasil perkebunan terus meningkat. Di sisi lain, butuh kedisiplinan masyarakat dalam menanam sesuai dengan waktu dan tempat yang diizinkan.
JK berharap konferensi yang dihadiri 1.500 peserta dari 33 negara ini dapat menemukan solusi atas tantangan yang dihadapi dunia saat ini, terutama dalam memenuhi kebutuhan pangan dunia. Mengingat harga pangan juga sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. (YR)