2nd T-POMI
2024, 17 April
Share berita:

JAKARTA, mediaperkebunan.id – Hingga saat ini serangan ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) seperti ulat api dan ulat kantung menjadi penyebab kerusakan berat pada tajuk kelapa sawit, sehingga berdampak pada penurunan produktivitas tanaman dan TBS. Bagaiman cara pengendaliannya?

Hasil kajian terbaru menunjukkan bahwa serangan ulat pemakan daun kelapa sawit dengan intensitas sangat berat berdampak signifikan terhadap penurunan jumlah TBS  yang dihasilkan. Hal ini tentu sangat merugikan pekebun.

 “Beberapa kajian telah menunjukkan bahwa serangan UPDKS yang menyebabkan defoliasi hingga 50 persen mampu menyebabkan penurunan produksi tandan buah segar antara 30-40 persen,” sebut Peneliti dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Hari Priwiratama, Mahardika Gama Pradana, dan Agus Susanto, seperti dikutip dari Warta PPKS Vol 25, 2020.

Menurut peneliti, UPDKS masih menjadi hama yang paling sering muncul di perkebunan kelapa sawit Indonesia. Di wilayah Sumatera Utara, ledakan populasi UPDKS hampir selalu terjadi setiap tahun yang umumnya didominasi oleh serangan ulat api dan ulat kantung.

Hasil riset yang dipublikasikan menyebutkan, spesies ulat api yang sering mengalami ledakan populasi di Sumatera Utara adalah Setothosea asigna dan Setora nitens, dan pada dua tahun terakhir juga diiringi dengan Parasa lepida di beberapa kabupaten.

Sementara itu, spesies ulat kantung dengan ledakan populasi yang paling sering dilaporkan di Sumatera Utara adalah Metisa plana dan Pteroma pendula. Seluruh spesies UPDKS tersebut tergolong hama mayor atau utama karena frekuensi kemunculannya sering dan menimbulkan kerusakan berat pada tanaman.

Pengendalian secara hayati dapat dilakukan secara alami melalui konservasi predator dan parasitoid dengan menanam tanaman refugia seperti Turnera subulata, T. ulmifolia, Antigonon leptopus, Euphorbia heterophylla, Cassia cobanensis, ataupun dengan tetap membiarkan gulma

Baca Juga:  Holding PTPN III Terus Komitmen Danai Riset Perkebunan

lunak seperti Asystasia intrusa atau Nephrolepis biserrata tumbuh pada gawangan mati. Selain itu, pengendalian hayati dapat dilakukan dengan aplikasi entomopatogen seperti Bacillus thuringiensis yang terbukti efektif terhadap banyak spesies UPDKS.

Hasil riset PPKS juga menyebutkan, penggunaan insektisida berlabel hijau lebih direkomendasikan untuk pengendalian UPDKS, terutama jika aplikasi dilakukan dengan cara pengasapan (fogging). Karena relatif lebih aman terhadap serangga bukan sasaran seperti musuh alami atau kumbang penyerbuk Elaeidobius kamerunicus. (*)