Persoalan terkait status tataguna lahan (terutama lahan yang berada di kawasan hutan dan lahan gambut) dan status kepemilikan lahan (sertifikasi lahan) perlu dituntaskan untuk memperoleh solusi komprehensif dan akurat dalam pelaksanaan PSR. Teguh Wahyudi, Dirut PT Riset Perkebunan Nusantara menyatakan hal ini.
Hal ini sangat penting, karena kedua status lahan tersebut merupakan pintu masuk pertama yang akan menentukan apakah seorang petani memenuhi syarat atau tidak sebagai calon peserta program PSR. Strategi penumbuhkembangan kelembagaan ekonomi petani berupa koperasi juga penting, agar para petani dapat menyiapkan persyaratan peserta program PSR sejak awal sehingga di masa mendatang program PSR tidak lagi kekurangan jumlah calon petani dan calon lahan (CPCL).
Selain itu, koperasi yang sehat karena menjalankan system of governance (Good Corporate Governance/GCG) sangat diperlukan dalam meningkatkan partisipasi aktif para anggotanya serta dalam membangun hubungan kemitraan antara petani dan perusahaan. Dengan demikian, hubungan di antara para pihak tersebut menjadi harmonis karena dimaknai semua pihak sebagai hubungan yang saling menguntungkan dan berkeadilan.
Sebagai solusi menyatukan langkah seluruh stakeholder di setiap kabupaten dan propinsi, pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) merupakan salah satu alternatif . Pokja ini beranggotakan wakil seluruh instansi terkait program PSR di Kabupaten/ Propinsi dan pembentukannya ditetapkan oleh Bupati/Gubernur.
Pembentukan Pokja diharapkan dapat memperkuat implementasi tugas dan fungsi Tim Peremajaan Kelapa Sawit Pekebun, Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Sarana Prasarana di Pusat; Propinsi; dan Kabupaten yang dibentuk berdasarkan Keputusan Dirjen Perkebunan Nomor 155/Kpts/ KB.120/4/ 2018.
Penguatan Tim PSR sangat diperlukan terutama sebagai upaya meningkatkan efektifitas koordinasi dengan berbagai instansi terkait program PSR, baik pada proses persiapan maupun pelaksanaan program.