2nd T-POMI
2016, 19 Desember
Share berita:

Era emas bisnis perkebunan kelapa sawit sudah akan terlewat dan saatnya untuk memasuki persaingan dalam kompetisi dlam persaingan minyak nabati baik itu antar perusahaan perkebunan kelapa sawit maupun dengan minyak nabati non sawit.

Krisis harga dan produksi minyak sawit pada beberapa tahun lalu baik itu oleh sebab kondisi perekonomian global, jatuhnya harga minyak mineral maupun karena kekeringan panjang dan kebakaran hutan telah memaksa perkebunan kelapa sawit untuk melakukan inovasi dan membangun kreativitas untuk melakukan efisiensi biaya.

Adanya moratorium perluasaan areal untuk perkebunan besar kelapa sawit juga memaksa perusahaan untuk melakukan inovasi untuk menekan biaya produksi dengan meningkatkan produktivitas tanaman. Akhirnya daya saing perkebunan kelapa sawit di Indonesia kedepan akan sangat tergantung dari inovasi dari perkembangan teknologi dan sumberdaya manusia (SDM) kompeten.

Sumberdaya manusia SDM di perkebunan sungguh amat menentukan performa manajemen kebun, mengingat pada awalnya perkebunan adalah industri padat karya. Bahkan SDM Perkebunan atau sering disebut Planter perlu memiliki kompetensi khusus karena harus bekerja dengan kondisis sumberdaya yang sebagian uncontrollable.

Perkebunan adalah bisnis berbasis sumberdaya alam yang sangat tergantung kondisi lahan, iklim dan lingkungan alam lainnya, sehingga secara teknis untuk mengelolanya perlu fleksibilitas tetapi harus tegas. Perkebunan kelapa sawit pada awal pengembangannya membutuhkan SDM kompeten yang paham teknis agronomis untuk membudidayakan tanaman kelapa sawit, mereka harus tahan hidup di daerah remot, dan mampu menyesuaikan kondisi lingkungan.

Bagaimana dengan kebutuhan SDM perkebunan kelapa sawit saat ini dan kedepan?. Kebutuhan kompetensi SDM di perkebunan kelapa sawit terus berubah mengikuti tantangan dan permasalahan lapangan serta kebutuhan manajamen kebun.

Kalau pada awalnya seorang Planters cukup dengan kompetensi teknis agronomis, dalam perkembangan selanjutnya muncul isu-isu terkait lingkungan, maka kebutuhan kompetnsi seorang Planter perlu ditambah dengan kompetensi tatakelola lingkungan alam. Dalam perkembangan tahap selanjutnya mulai muncul isu-isu terkait dengan masalah sosial dan regulasi, maka kompetensi seorang Planter perlu tambah lagi, meliputi teknis agronomis, lingkungan dan tatakelola soaial. Inilah kompetensi yang dibutuhkan bagi Planter untuk perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini.

Baca Juga:  ARUM SABIL : JATIM BAROMETER DAN KUNCI CAPAI SWASEMBA GULA

Ke depan pemahaman manajemen perkabunan kelapa sawit akan terjadi “revolusi industri”. Kalau pada awalnya manajamen perkebunan kelapa sawit menggunakan pendekatan “budidaya tanaman” dalam sistem proses manajamennya maka kedepan akan berubah menjadipendekatan “industri biomas”. Pengertian industri biomas berbeda dengan industri berbasis biomas. Industri biomas adalah manajemen produksi biomas dengan pendekatan sistem industri, sedangkan industri berbasis biomas adalah industri berbahan dasar biomas.

Perkebunan dipandang sebagai sistem industri yang komplek, dimana manajemen proses membutuhkan sumberdaya lahan, iklim, pupuk, herbisida dan pestisida serta bahan kimia pertanian lainnya, dimana sebagian bersifat uncontrollable dan unpredictable namun karena kemajuan teknologi saat ini sudah bersifat predictable. Tuntutan sistem proses produksi yang sustain mengarahkan pada upaya tatakelola terbaik “best practices” menuju pendekatan “precession plantation management” dan dalam manajamennya mengarahkan pada proses produksi dengan sistem industri.

Perubahan manajamen kebun kelapa sawit dengan pendekatan sisten industri menjadi tuntutan ke depan oleh karena tuntutan pasar dan konsumen yang mengarahkan pada produk-produk yang diproduksi secara ramah lingkungan. Kondisi ini mengarahkan proses produksi berbasis “precession plantation management” dan ini berarti membutuhkan pendekatan sistem industri dalam proses produksi.

Manajemen proses produksi dengan pendekatan sistem industri ini membutuhkan dukungan alat mesin dan teknologi informasi sebagai perangkatnya. Dalam 5-10 tahun kedepan diprediksi sebagian perkebunan kelapa sawit sudah memanfaatkan teknologi semi-robotik dan mungkin sampai robotik untuk membantu pekerjaan-pekerjaan tertentu. Artinya dalam 5-10 tahun kedepan dan selanjutnya akan terjadi “revolusi industri“ dalam tata kelola perkebunan kelapa sawit.

“Revolusi industri” pada sistem proses produksi dalam manajemen perkebunan kelapa sawit membutuhkan SDM dengan kompetensi baru. Kalau saat ini seorang Planter dituntut kompetensi teknis agronomis, lingkungan dan sosial, maka kompetensi SDM di perkebunan kelapa sawit akan mengarah pada kompetensi teknis agronomis, penguasaan alat mesin serta teknologi informasi dan komunikasi.

Baca Juga:  Ekspor Pertanian Didominasi Perkebunan

Manajamen prosuksi dengan pendekatan sistem industri biomas mengarha pada precession plantation manaement untuk menghasilakn produk yang sustainable maka isu-isu terkait engan lingkungan alam, dan juga siu-isu terkait sosial menjadi tidak relevan lagi dan kompetensi terkait itu lambat-laun berkurang dan pada saatnya kurang relevan lagi.

Bagimana dengan kompetensi leadership? Pada awalnya kompetensi leadership lebih bersifat personal dengan mebangun karisma melalui kewenangan baik itu bersifat non formal maupun formal. Dalam perkembangannya kompetensi leadership lebih mengarah pada kompetensi managerialship, karena semuanya diarahkan pada SOP (Standard Operating Procedure). Ke depan kompetensi leadersip akan mengarah pada kemampuan membangun koneksi. Kalau beberaapa waktu kita masih berfikir generasi milenial, maka saat ini telah tumbuh generasi “C”, “connectivity”.

Menurut pakar marketing, Brian solis, Generasi C adalah sebuah mindset, dimana kepemimpinan yang sukses daan sustain adalah kepemipinan yang inklusive dan kolaboratif, mampu merangkul dan bekerjasama dengan para pihak di lingkungan bisnisnya. Model kepeminpinan ini tumbuh di topang oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Banyak hal sudah dapat di dikelola dan diputuskan dalam genggangan dengan handset-nya. Bagaimanapun kompetensi leadership di perkebunan eklapa sawit sudah akan berubah mengikuti perkembangan teknolgi daan budaya baru, dan jika tidak mau mengikuti akhirnya akan tertinggal dan sulit memnagun daya saing di era yang sangat kompetitif ini,

Pendidikan Tinggi Pertanian perlu mengantisipasi perkembangan ini mengingat perubahan kompetensi yang dibutuhkan untuk SDM Planter ini sudah di depan mata. Penyiapan SDM Planter mulai perencanaan kurikulum, desain praktek dan magang serta proses pendidikan dibutuhkan waktu minimal 5 tahun untuk bisa dievaluasi keberhasilannya. Apakah Pendididikan Tingggi Pertanian telah siap? Selamat bekarya, Jayalah Planter Indonesia, Jayalah Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Penulis: Dr. Purwadi, Rektor Instiper Yogyakarta

Baca Juga:  Kinerja Teh Semakin Turun