Kelapa sawit masih memungkin tumbuh di lahan gambut dengan tinggi muka air di bawah 40 centimeter asal kelembaban tetap terjaga. Karena itu pekebun mesti menjaga kelembaban di dalam gambut bukan tinggi muka air.
Demikian dikatakan Pakar Gambut dari Institut Pertanian Bogor Prof Dr Supiandi Sabiham dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan Media Perkebunan di Jakarta, Kamis (18/5). Menurutnya, kelembaban itu memang berkorelasi dengan tinggi muka air di dalam gambut. Artinya, kelembaban tanah di atas tinggi muka air.
Supiandi mengatakan, jika tanah masih lembab itu masih baik untuk ditanam kelapa sawit dan tidak perlu harus basah. Cukup untuk pertumbuhan tanaman dan gambut. “Biasanya kadar airnya sekitar 200 hingga 300 persen itu masih lembab. Jadi itu masih memungkinkan ditanam kelapa sawit,” ujarnya.
Memang yang menjadi problem di peraturan menteri disebutkan harus 40 cm. “Kalau saya melihatnya cenderung bagaimana mempertahankan kelembaban bukan tinggi muka air. Kalau tinggi muka air di bawah 40 tapi kalau kelembabannya cukup tinggi di atasnya itu masih memungkinan untuk ditanam kelapa sawit,” jelas Supiadi.
Supiandi mengatakan, varietas sawit yang cocok di lahan yang basah belum ada. Hal inilah menjadi tantangan para pemulian tanaman. Karena untuk menghasilkan penelitian membutuhkan waktu yang cukup lama. Meski begitu vairetas sawit yang ada saat ini sudah cukup memungkinkan untuk ditanam, hanya tinggal bagaimanan mempertahankan kelemababan di gambut.
Menurut Supiandi, gambut tidak rusak jika ditanam dengan ketebalan lebih dari 40 cm. Hanya pengertiam rusak harus jelas. Apabila tanaman sawit itu ditanam di kedalaman lebih dari 40 cm belum bisa dikatakan rusak. Hanya memang terjadi pengurangan sifat-sifat tertentu. “Jadi kalau sudah dikatakan rusak tidak bisa lagi tumbuh. Makaya isitilah rusak harus didefinisikan secara jelas,” tukas Supiandi. (YR)