Peraturan Presiden tentang perbaikan ISPO yang saat ini sudah ada di meja presiden mewajibkan petani untuk bersertifikat ISPO. “Petani jangan kuatir. Pemerintah tidak akan mewajibkan dalam 1-2 tahun kedepan. Pemerintah tahu bahwa pembelajaran itu penting, paling tidak perlu waktu 5 tahun sampai perkebunan rakyat bisa mengikuti ISPO,” kata Musdhalifah Machmud, Deputi Pertanian dan Pangan, Kemenko Perekonomian pada 15th pada Indonesian Palm Oil Conference and 2020 Price Outlook.
Perkebunan rakyat bisa diwajibkan ISPO bila ada bantuan dari para pihak, bukan pemerintah saja tetapi perusahaan, perguruan tinggi dan pihak-pihak lain.
ISPO yang sekarang bukan berarti tidak baik sehingga perlu diperbaiki, tetapi konsep ramah lingkungan semakin berkembang dan meluas. Trend sustainability sekarang mengharuskan tracebility (keterlacakan), perbaikan ketenagakerjaan dan tata kelola; penerbitan sertifikat oleh lembaga independen yang bukan bagian dari instansi pemerintah. Perbaikan ISPO untuk meyakinkan semua pihak bahwa perkebunan kelapa sawit Indonesia sudah memenuhi konsep ramah lingkungan yang terbaru.
ISPO yang menunjukkan perkebunan kelapa sawit Indonesia sudah dikelola berkelanjutan harus bisa diterima di seluruh pasar, benar-benar mampu menurunkan emisi gas rumah kaca dan menjaga keanekaragaman hayati. ISPO membuktikan bahwa tuduhan terhadap kelapa sawit tidak benar.
Kelapa sawit sudah dikelola dengan benar sesuai dengan norma yang berlaku pada saat itu. Kalau sekarang ada perubahan maka dilakukan perubahan tata kelola. Para ahli sedang menyusun dokumen kelapa sawit yang menjadi pegangan pemerintah bahwa kelapa sawit tidak merusak lingkungan.
Perbaikan produktivitas sawit rakyat lewat PSR harus didorong. Saat ini pendanaan baru untuk 50.000 ha dengan dana Rp1,45 triliun , menjangkau 17 provinsi dari 26 provinsi sawit. Masih jauh dari target 185.000 ha, terutama yang harus dijangkau adalah petani swadaya.