2017, 10 Oktober
Share berita:

Malang – Jangan biarkan petani atsiri dibiarkan berjalan sendiri, mereka perlu dirangkul agar bisa bergairah. Hal tersebut diungkapkan oleh Agus Wahyudi, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Kementerian Pertanian (Kementan) dalam Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2017, di Malang, Jawa Timur (10/11).

Seperti diketahui harga untuk minyak nilam saat ini menembus angka antara Rp 450 – 500 ribu per kilogram, sedangkan minyak sereh wangi menembus Rp 200 – 300 ribu per kilogram. “Jadi, meskipun komoditas minyak atsiri berkembang dengan sendiri karena harganya yang tinggi, tapi jangan biarkan petani berjalan dengan sendiri,” tegas Agus.

Hal ini karena, menurut Agus, meski harganya yang tinggi tidak sedikit juga masalah yang ada dalam komoditas atsiri tersebut, mulai dari hulu hingga hilir. Melihat hal tersebut Ditjen Perkebunan Kementan mempunyai beberapa program agar posisi petani menjadi kuat.

Pertama, dengan memberikan benih berproduktivitas tinggi, pupuk, alat mesin pertanian (alsintan) seperti traktor, pompa air dan beberapa alat pengolahan, agar petani bisa mengolah sesuai standar perusahaan.

Artinya melalui bantuan alat maka petani tidak dibiarkan berhadapan dengan iklim dan perusahaan dalam melakukan suplai ke industri secara sustainable. “Sehingga jangan biarkan petani berhadapan sendiri dengan iklim, hama dan penyakit. Jangan biarkan petani menghadapi masalahnya karena itu akan menyebabkan petani tidak berdaya saing,” himbau Agus dihadapan para pelaku industri.

Kedua, lanjut Agus, pihaknya juga berkomitmen untuk membantu petani dalam membentuk kelembagaan petani dengan konsep satu desa satu lembaga melalui lembaga ekonomi masyarakat (LEM).

Hal ini perlu dilakukan mengingat dalam satu desa terdapat beberpa komoditas. Melalui konsep LEM di setiap desa maka segala macam bantuan akan lebih terkoordinir dan tepat sasaran.

Baca Juga:  Penguatan Kelembagaan Petani Kakao Berujung Perkara

Lebih dari itu, melalui penguatan kelembagaan petani maka lembaga keuangan seperti perbankan akan lebih yakin dalam menyalurkan kredit. Seperti diketahui bahwa saat ini Kredit Usaha Rakyat (KUR) lebih besar tersalurkan untuk perdagangan.

“Itu karena untuk kredit perdagangan dalam satu minggu sudah bisa dilakukan mencicil. Sedangkan untuk usaha pertanian seperti minyak atsiri minimal 3 – 4 bulan baru bisa dicicil,” risau Agus.

Lebih dari itu kedepan, Agus juga akan mendorong agar penyaluran KUR bisa disalurkan melalui kelompok tani dengan konsep satu desa satu lembaga. Sehingga melalui penguatan kelompok tani pihak perbankan lebih yakin dan lebih mudah dalam menyalurkan kreditnya. Sebab melalui pengelompokan resiko untuk pihak perbankan akan lebih kecil daripada individual.

Tidak hanya itu, pihaknya juga akan mengusulkan kepada pihak perbankan agar bunga KUR yang saat ini sudah 9 persen pertahun bisa menjadi 6 persen pertahun. “Hal ini perlu dilakukan agar petani bisa lebih bergairah lagi,” tutur Agus.

Terakhir yaitu, Agus berkomitmen untuk mendorong agar perusahaan atau industri agar bisa melakukan kemitraan dengan petani. Tujuannya agar perusahaan tidak hanya mengambil keuntungannya saja taanpa memperhatikan petani mengingat pasokan perusahaan berasal dari petani.

Melalui kemitraan maka perusahaan dan petani bisa mendapatkan keuntungan. “Karena melalui kemittaan maka perushaan bisa mendapatkan kepastian pasokan secara sustainable dan petani bisa mendapatkan kepastian harga, mengingat harga minyak atsiri fluktuatif,” ucap Agus.

Artinya, Agus berharap melalui komitmennya untuk merangkul petani maka petani tidak lagi menghadapi masalahnya secara sendiri, sehingga petani akan lebih bergairah. YIN