2nd T-POMI
2016, 24 November
Share berita:

NUSA DUA, BALI – Memang perluasan komoditas kelapa sawit di Indonesia cukup massif, khususnya pada perkebunan milik petani mandiri. Tapi tidak sedikit ijin yang dikeluarkan mengalami tumpang tindih antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Atas dasar itulah pemerintah wajib dengan segera menyelesaikan kepastian hukum terkait isu-isu pertanahan dan agraria.

“Kami berharap pemerintah, melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang, membantu memberikan kepastian hukum terkait isu-isu pertanahan dan agraria tersebut,” kata Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Joko Supriyono dalam pembukaan 12th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2017 Price Outlook, di Westin Resort Nusa Dua Bali.

Lebih lanjut, Joko mengatakan, selain isu lahan dan pertanahan, tantangan yang dihadapi pelaku usaha perkebunan sawit semakin kompleks. Padahal permintaan terhadap minyak sawit, terutama untuk kebutuhan pangan dan energy, akan semakin meningkat. Tantangan lain yang juga harus diperbaiki oleh pelaku usaha sector perkebunan sawit adalah upaya peningkatan produktivitas.

“Kebutuhan akan minyak sawit masih sangat tingg, kami perkirakan peningkatan kebutuhan minyak nabati dunia mencapai 50 juta ton pada 2025. Saat ini produksi minyak sawit Indonesia sebesar 31 juta ton, dan 22,5juta ton di antaranya memasok pasar ekspor. Selain itu, kebutuhan minyak sawit untuk biodiesel juga terus meningkat.

“Indonesia memiliki posisi lebih baik dan sangat penting sebagai produsen minyak sawit terbesar untuk mengambil porsi terbesar sebagai pemasok kebutuhan minyak nabati dunia ke depan,” kata Joko.

Peningkatan produktifitas dan efisien, kata Joko, merupakan kunci terpenting guna memperbesar kontribusi kelapa sawit Indonesia sebagai pemasok terbesar minyak nabati dunia. Hal ini merupakan tantangan bagi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit sehubungan dengan rencana pemerintah mengeluarkan kebijakan moratorium perizinan baru untuk perluasan perkebunan di lahan gambut dan pelepasan kawasan hutan. “Karena itu diharapkan pemerintah mengeluarkan kebijakan strategis demi meningkatkan produktifitas, daya saing dan tantangan global secara sistematis,” pungkas Joko.

Baca Juga:  Awas, 2026 Darurat Kopi