Depok – Kopi bukan lagi sebagai minuman penyegar, tapi sudah menjadi gaya hidup, atas dasar itulah maka peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas menjadi bagian yang penting jika tidak ingin tahun 2026 darurat kopi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Dedi Junadi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHP), Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, dalam acara Coffein Town 2018, di Kota Depok, Jawa Barat.
Lebih dari itu, menurut Dedi, permintaan kopi baik didalam ataupun luar negeri pun juga meningkat. “Ini karena kopi telah menjadi trend bukan sekedar minuman penyegar,” terang Dedi.
Tapi, Dedi menyayangkan meskipun permintaan kopi terus meningkat, petani belum merasakan manisnya perdagangan kopi. Sebab petani hanya merasakan 9 persen dari total perdagangan kopi.
Terbukti, berdasarkan pantauan perkebunannews.com, untuk satu cangkir minuman kopi original minimal Rp 25 ribu per cangkir, bahkan di café-cafe yang sudah mempunyai nama bias mencapai Rp 50 ribu per cangkir.
Sedangkan harga biji kopi ditingkat petani antara Rp 25-35 ribu per kilogram untuk robusta, sedangkan untuk arabica antara Rp 50 – 60 ribu per kilogram. Padahal untuk menghasilkan secangkir kopi hanya beberapa gram kopi bubuk kopi. Artinya semaki ke hilir semakin memiliki nilai tambah.
“Atas dasar itulah kita (Ditjen Perkebunan) tidak hanya membantu dalam meningkatkan produktivitas, tapi juga membantu petani untuk bisa mengolah produk turunannya minimal setengah jadi agar memiliki nilai tambah,” papar Dedi.
Sebab, Dedi mengakui pada komoditas kopi semakin ke hilir maka semakin besar nilai tambahnya. Menurut data yang dirilis Badan Pusat Statistik, komoditas kopi selama Januari sampai November 2017 nilai ekspor naik 26,13% atau US$1,11 miliar dari sebelumnya US$882 juta secara year to year (yoy). Meski begitu, ekspor kopi November 2017 hanya US$76,4 juta, berbeda jauh 33,23% dari bulan sama pada 2016 yang tembus ekspor mencapai US$114 juta.
Melihat angka tersebut maka tidak sedikit yang menggantungkan hidup dari komoditas kopi terutama petani kopi. Jadi jika seorang petani yang rata-rata memiliki 2 hektar lahan kopi maka jika mengutip data Ditjen Perkebunan, Kemnterian pertanian yang saat ini total luas areal yang mencapai 1.179.769 hektar maka ada sekitar 589.884 petani yang menggantungkan hidup dari tanaman kopi.
Artinya jika satu orang petani memiliki satu orang istri dengan dua orang anak maka ada 2.359.536 manusia yang menggantungkan hidup dari tanaman kopi. “Itu baru ditingkat petani atau budidayanya saja, belum ditingkat hilir atau industri pendukung,” papar Dedi.
Sehingga, Dedi berkomitmen, agar petani bisa memiliki daya saing pihaknya juga memberikan pelatihan dan membantu untuk membentuk koperasi tani. “Tujuannya, dengan menjual kopi secara kelompok maka nilai kopi ditingkat petanu menjadi lebih kuat”. YIN