JAKARTA, mediaperkebunan.id – Indonesia berupaya agar perdagangan sawit tidak bertentangan dengan kebijakan Eropa (EU). Bahkan, pemerintah berupaya tidak lakukan deforestasi.
Demikian ditegaskan Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdalifah Mahmud, dalam Seminar Nasional bertajuk Sawit Memerdekakan Rakyat Indonesia dari Kemiskinan di Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Menurut Musdalifah, pemerintah tetap berupaya semua komoditas tetap memperhatikan lingkungan dengan tidak melakukan deforestasi. Di antaranya dengan melakukan geo tagging atau pendataan lahan potensial.
Namun, kata Musdalifah, sistem tersebut tetap menjadi rahasia kepemilikan negara, sehingga tidak boleh untuk dibagikan ke semua negara.
Menurut Musdalifah, komoditas sawit tidak merusak lingkungan. Namun negara lain terus menuding Indonesia merusak ekosistem lingkungan karena sawit.
“Sawit harus kita bela, bukan hanya soal diekspor lebih besar. Tapi di dalam negeri sendiri harus dibela karena ada 16,2 juta rakyat yang bergantung dari sawit,” tukas Musdalifah.
Sementara itu Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono menyebutkan, ekspor sawit Indonesia terjadi kenaikan di beberapa negara pada 2022 seperti India, Pakistan, Amerika Serikat. Ekspor ke beberapa negara tersebut juga kembali meningkat pada tahun ini, kecuali di AS.
Dari segi pertumbuhan luas lahan, menurut Eddy, kelapa sawit paling rendah atau jauh lebih kecil dari dibandingkan kedelai. Namun dari tingkat produksi, sawit jauh lebih tinggi dibandingkan komoditas lain sebagai penghasil minyak nabati.
“Produktivitas minyak (CPO) kelapa sawit jauh lebih tinggi dari pada tanaman lain, seperti biji bunga matahari (sun flower), kedelai, dan lainnya,” ujar Eddy.
Eddy mengungkapkan, saat ini Indonesia mengalami tantangan yang harus segera diatasi. Tantangan itu yakni persoalan produksi dan produktivitas yang relatif stagnan dan cenderung turun. Sementara konsumsi dalam negeri terus meningkat (pangan, biodiesel, oleokimia), volume ekspor cenderung menurun.
Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Achmad Maulizal Sutawijaya menjelaskan, sumbangsih komoditas kelapa sawit tak lepas dari kinerja sektor kelapa sawit dalam negeri yang melibatkan 2,4 juta petani swadaya dan 16 juta tenaga kerja. Produktivitas minyak nabati dari sawit justru menempati posisi teratas dibanding komoditi lainnya dengan kisaran 65 juta ton.
Maulizal menyebutkan, dari total 277 juta hektare (ha) area lahan tanaman produksi minyak nabati di dunia, total area sawit hanya 16 juta ha. “Jumlah ini kalah jauh ketimbang luas perkebunan bunga matahari (sunflower) yang totalnya 25 juta ha, rapeseed 36 juta ha, kedelai (soybean) 122 juta ha dan jagung sebanyak 77 juta ha,” paparnya.
Menurut Maulizal, berbagai hambatan yang dilakukan Eropa terhadap produk minyak sawit Indonesia merupakan trik perang dagang karena mereka tidak mau produk minyak nabati sejenis seperti bunga matahari, kedelai, hingga jagung kalah bersaing dari sawit. (YR)