2nd T-POMI
2022, 19 Desember
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Planter dan pekebun harus waspada. Saat ini di beberapa kebun besar dan produsen kecambah sedang terjadi outbreak hama UPDKS (Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit) terutama ulat kantung. “Syukur kalau ada kebun yang belum terkena, tetap waspada, terutama lakukan sensus yang benar. Kalau sudah terkena lakukan pengendalian secara tepat,” kata Azwin Lubis, GM Business Development Plantations PT MEST INDONESIY, pada online training P3PI (Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia) “Pengendalian Hama Ulat Kantung Dengan Metode Trunk Injection”.

Biaya pengendalian yang dikeluarkan relatif besar tetapi itu lebih baik daripada tanaman rusak dan perlu waktu dua tahun untuk pemulihan. Saat ini ulat kantung menyerang pohon induk beberapa produsen kecambah dan mereka sedang berusaha mengendalikan at all cost karena akan berpengaruh pada target pencapaian produksi padahal permintaan sedang tinggi. Sebuah produsen kecambah bahkan membeli asefat sebagai pengendali ulat kantung sampai 3 ton dengan nilai Rp3 miliar .

Serangan UPDKS yaitu ulat kantung dan ulat api selalu ada dalam siklus hidup kelapa sawit mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan TBM, TM. Setelah umur tanaman lebih dari 6 tahun perlu peralatan khusus seperti mist blower, fogger atau trunk injection.

Jenis ulat kantung adalah Metisa plana sp luasan konsumsi daun/hari/larva mencapai 2,8 cm; Mahasena corbetti 3,4 cm, Metisa plana 4,7 cm dan type baru Clania tertia 12,8 cm. “Bayangkan kalau ada outbreak Clania tertia yang siklus hidupnya 90 hari. Satu larva menghabiskan daun 11,34 m. Ada banyak larva kalau outbreak. Kerugiannya luar biasa,” katanya.

Serangan UPDKS terjadi karena keseimbangan alam – lingkungan terganggu. Metode/teknis pengendalian yang dilakukan kurang tepat. Sistim peringatan dini kurang maksimal karena sensus dilakukan kurang cermat.

Baca Juga:  Ribuan Pebisnis Hadiri Konferensi Sawit IPOC 2022

“Sensus merupakan kunci utama sukses pengendalian UPDPKS. Outbreak terjadi biasanya dimulai dari sensus yang tidak akurat. Socfindo berhasil mengendalikan ulat kantung salah satu kuncinya adalah sensus yang sangat ketat sekali,” kata Azmi lagi.

Penyebab lainnya adalah dukungan musim dan ketersediaan makanannya. Penggunaan insektisida dengan daya racun tinggi yang sangat kuat seperti pyretroid sintetik dengan fogging secara kontinu menyebabkan matinya serangga berguna yaitu predator Sycanus. Mengendalikan gulma sampai bersih sekali (clean weeding) mengakibatkan rumput inang sebagai rumah predator musnah, sehingga predator-parasitoid jadi terhambat berkembang.

Bila defoliasi daun mencapai lebih 50% akibat serangan UPDKS ini maka produksi TBS akan turun 40% dan perlu 2 tahun untuk recovery. “Saya menggunakan asumsi harga TBS sedang rendah-rendahnya yaitu Rp1.200/kg ketika ekspor dilarang. Dalam satu ha dengan produksi 24 ton TBS dengan turun sampai 40% maka selama 2 tahun ada Rp23,04 juta yang hilang. Bila satu blok 30 ha terkena semua maka selama 2 tahun Rp691 juta melayang,” katanya.

Pada umumnya serangan bisa mencapai 50 ha sehingga kerugian diperkirakan mencapai Rp1,152 miliar. “Ini ketika harga rendah. Sekarang harga TBS sudah diatas Rp2000/kg pasti kerugian lebih besar lagi. Karena itu siapapun yang punya kebun kelapa sawit pasti tidak akan membiarkan kejadian ini dan akan mengendalikan seoptimal mungkin,” katanya.

Salah satu pengendalian yang paling efektif saat ini adalah trunk injection menggunakan Asefaf 75 WG yang aman bagi predator UPDPKS. Asefaf 75 WG larut sempurna sehingg efikasinya lebih baik daripada formulasi SP/WP.