2nd T-POMI
2022, 27 September
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Dalam suatu lingkungan, bila ada pembangunan industri pasti akan ada perubahan, tidak mungkin sama dengan sebelumnya. Demikian juga dalam satu kawasan bila ada perkebunan kelapa sawit dan pabrik minyak kelapa sawit berdiri maka bisa dipastikan linkungannya juga ikut berubah.
,
“Upaya yang bisa dilakukan adalah bagaimana menekan kerusakan lingkungan itu seminimal mungkin dengan menggunakan teknologi. Industri kelapa sawit yang berperan sangat strategis dalam perekonomian Indonesia harus menjadi industri yang ramah lingkungan,” kata trainer P3PI (Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia) , Esrom H Panjaitan, pada on line training ‘Pengendalian Pencemaran Lingkungan Industri Sawit Sesuai dengan Standar Baku Mutu yang dipersyaratkan.”.

Gambaran Industri Sawit yang ramah lingkungan adalah :

Menerapkan Amdal sesuai dengan amanat UKL/UPL yang direncanakan.

Industri yang menerapkan standar ISPO yaitu mengidentifikasi sumber-sumber pencemar.

Melakukan mitigasi dan pengendalian pencemaran dengan teknologi yang baik dan benar.

Membatasi pembukaan lahan pada area dengan kandungan karbon yang tinggi misalnya hutan primer dan lahan gambut.

Melakukan praktek terbaik dengan memperhatikan konservasi tanah dan air apabila akan akan membuka lahan baru.

Penggunaan pupuk sesuai rekomendasi pemupukan dan pemanfaatan janjang kosong untuk pemupukan.

Penggunaan pestisida yang terkontrol.

Membuat fasilitas methane capture pada limbah cair pabrik kelapa sawit .

Pengelolaan tinggi muka air pada areal gambut.

Pemanfaatan cangkang dan fiber untuk bahan bakar boiler sebagai energi terbarukan.

Melakukan efisiensi penggunaan bahan bakar fosil dan penggunaan listrik.

Pencemar potensial dari kegiatan usaha perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit adalah limbah cair (sludge decanter, air hidrocyclone, air sterilizer, air bekas pencucian); limbah gas yaitu asap (broiler dan incinerator), suara (kebisingan) mesin pabrik dan transportasi; sampah (tandan kosong, solid decanter, sisa cangkang), domestik (dapur); limbah B3 yaitu sludge IPAL, kerak dan abu boiler (fly ash dan bottom ash), oli bekas, besi bekas, materi terkontaminasi; penggunaan pestisida dan pupuk kimia membuat tanah menjadi rusak dan menimbulkan pencemaran di perairan juga pada waktu pembukaan lahan.

Baca Juga:  Harga Sawit Sumut Mulai Naik

Penyebab dan penanganan pencemaran ini perusahaan sendiri yang paling dapat mengetahuinya dan mendeteksinya. Perusahaan juga dapat menurunkan beban pencemaran dengan teknologi sehingga lebih efisien. Perusahaan dituntut untuk mampu mengendalikan pencemaran lingkungan. Jika perusahaan belum mampu melakukan sendiri maka dapat menggunakan jasa pihak ketiga/konsultan.