2nd T-POMI
2022, 30 Juli
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Prinsip pertama pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit yang berbiaya rendah adalah pencegahan. Pencegahan merupakan aspek yang terpenting tetapi sering diabaikan. Trainer P3PI Edison Purba , Guru Besar Fakultas Pertanian USU menyatakan hal ini dalam training on line Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia (P3PI) “Pengendalian Gulma Dengan Biaya Rendah”.

Strategi pencegahan adalah pengendalian gulma sebelum tanam dengan menanam LCC (Legume Cover Crops), hal ini sangat penting. Membersihkan alat-alat mekanisasi agar tidak membawa biji ke tempat lain berupa gulma jenis baru atau biotip baru. Mencegah produksi biji (one year seeding seven years weeding) contohnya Eleusine indica terkubur 20 cm selama 2 tahun masih memiliki biji viable 79%.

Pengendalian gulma berbiaya rendah bergantung pada tingkat efikasi (mortalitas dan daya tekan pertumbuhan); lama (durasi) gulma tertekan setelah aplikasi; harga bahan kimia (herbisida); kemudahan mendapatkan; dampak terhadap non target.

Kerugian yang ditimbulkan gulma menurunkan kualitas dan kuantitas hasil (buah tidak berkembang dengan baik, bobot buah menurun); menurunkan produktivitas kerja (menganggu pekerja dalam melaksanakan aktivitas); inang bagi hama/penyakit; hampir semua tumbuhan bisa merugikan karena berkompetisi dalam mendapatkan unsur hara dan air.

Gulma di perkebunan melimpah karena intensitas sinar matahari cukup tinggi (ada ruang terbuka antar tanaman). Kerugian oleh gulma adalah berkompetisi dengan tanaman (semua jenis gulma/tumbuhan) dalam mendapatkan unsur hara, air dan sinar matahari.

Prinsip pengendalian gulma berbiaya rendah adalah dengan pencegahan; identifikasi dan pengetahuan; inventarisasi, mapping dan monitoring; keputusan pengendalian; metode kombinasi; evaluasi.

Gulma harus dikendalikan saat “mudah (sensitif)” dikendalikan ; saat kondisi belum merugikan; saat cuaca mendukung; saat gulma belum menghasilkan biji. Reproduksi gulma paling banyak menggunakam biji; kemudian bagian vegetatif (umbi/batang). Pada perkebunan pengendalian gulma dengan rotasi 3-4 bulan sekali ketika gulma telah menghasilkan biji viable dan seedbank yang semakin bertambah.

Baca Juga:  PETANI PIR BERKUMPUL DI RIAU, SIAP SUKSESKAN PEREMAJAAN

Pengendalian gulma dengan tenaga manusia kecepatan kerja lambat, butuh tenaga banyak, saat ini mencari tenaga kerja sulit juga upahnya relatif tinggi. Pengendalian secara biologis dan mekanis tidak aplikatif dan mahal. Menggunakan mulsa tidak ekonomis, sulit mengumpulkan brondolan dan menjadi sarang hama. Karena itu pengendalian kimiawi dengan menggunakan herbisida saat ini merupakan yang paling ekonomis dan efektif.

Pengendalian dengan menggunakan satu cara kerja herbisida (MOA, Mode of Action) akan terjadi evolusi resisten. Kalau gulma sudah resisten maka biaya pengendalian menjadi tinggi dan tidak efektif. Jika gulma toleran herbisida semakin besar populasinya maka memerlukan dosis herbisida yang lebih tinggi.

Kebun kelapa sawit sudah sejak tahun 1990an menggunakan herbisida. Kalau menggunakan herbisida sebagai satu-satunya pengendali gulma maka akan ada gulma yang resisten, atau gulma yang toleran herbisida tersebut akan berkembang pesat karena gulma lain mati.

Pekebun atau perusahaan perkebunan untuk menghemat penggunaan herbisida apalagi harga sedang tinggi sekarang biasanya menghemat dengan low rate (dosis yang lebih rendah dari rekomendasi). Konsekuensinya adalah peningkatan ketahanan gulma.