2nd T-POMI
2019, 7 Januari
Share berita:

Solok – Sudah menjadi rahasia umum Kabupaten Solok merupakan salah satu “surga” kopi di Indonesia, bahkan kini pemasarannya telah naik kelas atau tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri.

Atas dasar itulah pemerintah melalui Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian terus mendorng sentra-sentra produksi kopi salahsatunya di Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat.

“Jadi kita terus melakukan peningkatkan mutu kopi dan nilai tambahnya di tingkat petani dalam bentuk peralatan pascapanen dan Unit Pengolahan Hasil (UPH) kopi,” kata Viva Satriana, Kepala Seksi Sarana Pascapanen Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian.

Fasilitasi alat pascapanen yang diberikan, Viva menguraikan, diantaranya yaitu, pulper, para-para, terpal dan huller. Sarana dan prasarana tersebut diberikan lantara produksinya sudah cukup tinggi, sehingga pemakaian huller dapat efisien.

“Adapaun untuk bangunan UPH digunakan sebagai tempat pengumpulan buah cerry yang selanjutnya diproses secara honey process.dan juga sebagai tempat pelatihan,” terang Viva. .

Alhasil, menurut Viva, petani yang awalnya hanya menjual dalam buah cerry dengan harga sekitar Rp. 8.000 per kilogram, dapat menjual dalam bentuk kopi gabah dengan kadar air 40 persen, dengan harga Rp. 29.000 – 31.000 per kilogram.

“Dengan kondisi ini dapat dilihat bahwa bantuan alat pascapanen dari Ditjen Perkebunan dapat meningkatkan nilai tambah kopi,” tutur Viva.

Lebih dari itu, Viva menjelaskan bahwa salah satu produk kopi solok yang pemasarannya di dalam negeri kini sudah mencapai mancanegara dengan brand Kopi Arabika Solok Radjo. Kopi ini merupakan hasil dari Koperasi Produsen Serba Usaha (KPSU) Solok Radjo yang berdiri pada tahun 2014, dengan anggota 35 kelompok tani di Kabupaten Solok.

Koperasi berlokasi di Kecamatan Lembah Gunadi, dengan memiliki total luas areal areal kopi anggota sebesar 280 hektar, diantaranya 60 hektar tanaman menghasilkan. Sebagian besar lahan yang diusahakan petani adalah lahan Hutan Kemasyarakatan (HKm). Koperasi ini mendapatkan izin untuk mengelola HKm sejak tahun 2016 seluas 3.200 hektar yang berupa hutan gundul, selama 35 hektar.

Baca Juga:  Dukung Vaksinasi, Wilmar Bagikan Migor

Aadapun produk yang dihasilkan dari Koperasi ini sebagian besar dalam bentuk green bean, dengan produksi sebesar 67 ton pada tahun 2017 dan 120 ton pada tahun 2018 ini, sampai dengan bulan November, dengan mayoritas pemasaran ke luar negeri.

“Pemasaran ke Australia sudah mulai dirintis pada tahun 2016, dan bulan Oktober 2018 sampai dengan September -2019, sudah kontrak 2 kontainer. Pada tahun 2018 ini, pemasaran kopi mencapai Amerika Serikat dengan nama Vigilante Coffee,” pungkas Viva. YIN