Denpasar , Mediaperkebunan.id
Pemberlakuan kebijakan EUDR (Peraturan Deforestasi Uni Eropa) menjadi tantangan serius bagi pengembangan komoditas perkebunan nasional khususnya komoditas kelapa sawit, karet, kakao dan kopi. Tak hanya berdampak pada pelaku industri namun juga mempengaruhi keberlangsungan nasib para pekebun baik terkait penyerapan produksi komoditas maupun tantangan menembus akses pasar di Uni Eropa.
Menjawab tantangan kebijakan EUDR yang berdampak cukup signifikan bagi pekebun sawit, Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan memfasilitasi supaya Dinas Perkebunan Kabupaten kota lebih mudah menerbitkan Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Budidaya (STDB) dan lakukan percepatan implementasi ISPO.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meminta jajaran lingkup Kementerian Pertanian, agar terus mendorong digitalisasi pertanian sebagai bagian dari perbaikan tata kelola pertanian termasuk perkebunan yang harus segera dicapai. Hal ini untuk memperkuat daya saing produk perkebunan Indonesia di pasar Uni Eropa.
Sejalan dengan arahan Mentan tersebut, Direktur Jenderal Perkebunan Andi Nur Alam Syah mengatakan, tantangan dalam industri sawit semakin besar salah satunya terkait isu keberlanjutan dan deforestasi, ini harus segera dituntaskan dengan strategi yang efektif dan efisien.
“Demi memperkuat positioning kelapa sawit Indonesia di mata global, pemerintah mewajibkan sertifikasi ISPO bagi perusahaan perkebunan dan selanjutnya akan menerapkan wajib sertifikasi ISPO bagi pekebun tahun 2025, terbukti dengan dikeluarkannya Perpres Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dan Permentan Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, yang saat ini sedang dilakukan proses revisi atau perubahan. Hal tersebut untuk memperkuat integrasi pengelolaan kelapa sawit dari hulu sampai hilir dengan melibatkan stakeholder terkait yang berdampak positif dalam peningkatan rantai pasok kelapa sawit berkelanjutan, 2025 mudah-mudahan bisa kita capai mandatory ISPO, 100%,” ujarnya.
Lebih lanjut Andi Nur mengapresiasi inisiatif kolaborasi antara pemerintah dan perusahaan dalam percepatan database pekebun melalui STDB. Diharapkan ini bisa menjadi salah satu solusi memperkuat keberlanjutan sawit kedepannya. Andi Nur menambahkan, demi menghadapi tantangan EUDR, setiap stake holder perkebunan Indonesia ini harus berkomitmen dan mengatur strategi tepat guna sasaran.
“Saat ini kita menghadapi tantangan yang berat dalam industri sawit karena isu keberlanjutan dan deforestasi. Karena itu kami menyiapkan sejumlah strategi untuk mengatasi tudingan minyak sawit Indonesia yang tidak berkelanjutan, dengan mendorong implementasi ISPO dengan target penyelesaian tahun 2025, sekaligus palm oil clearing house yang bertujuan menyelesaikan beragam tantangan terkait kelapa sawit dengan melibatkan berbagai stakeholder untuk memberikan solusi kompherensif,” jelas Prayudi Syamsuri Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan mewakili Direktur Jenderal Perkebunan dalam acara SMART SEED (Social and Environment Excellence Development) beberapa waktu lalu.
Hal ini disambut baik Sinar Mas Agribusiness and Food bersedia membantu pendataan mitra pekebun, “Sinar Mas Agribusiness and Food berkomitmen siap membantu para pemasok kami dalam menghadapi transformasi pasar global, memberikan dukungan informasi dan teknis pentingnya monitoring deforestasi dalam beradaptasi dengan perubahan regulasi, serta persyaratan mengenai ketenagakerjaan. Kami berharap setiap pihak terkait memiliki keselarasan pemahaman dimana seluruh stakeholder di rantai pasok memiliki peran dan kontribusi masing-masing dalam upaya transformasi ini. Kolaborasi bersama demi memperkuat perkelapasawitan Indonesia,” ungkap Agung Purnomo, Direktur Sinar Mas Agribusiness and Food.