Jakarta, Mediaperkebunan.id
Dalam pembuangan atau pemanfaatan air limbah Pabrik Kelapa Sawit, setelah melewati berbagai penapisan maka harus dibuat kajian teknis atau standar teknis. Noor Rachmaniah, trainer P3PI (Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia) dari Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK menyatakan hal ini training on line P3PI “Pengelolaan Air Limbah Industri Kelapa Sawit Sesuai PermenLHK No 5 tahun 2021.
Dalam kajian teknis yang harus dipenuhi adalah standar teknis pemenuhan BMAL yang terdiri dari deskripsi kegiatan, rona lingkungan awal, prakiraan dampak, rencana pengelolaan lingkungan termasuk sistem pengolahan AL dan atau fasilitas injeksi; rencana pemantauan lingkungan. Lainnya yang harus dipenuhi adalah internalisasi biaya lingkungan, SML dan kompetensi SDM. Pada standar teknis semua sama kecuali rona lingkungan diganti dengan rujukan BMAL yang ditetapkan menteri dan tidak ada prakiraan dampak.
Standar teknis pada pembuangan air limbah ke badan permukaan pada deskripsi kegiatan pmeliputi jenis dan kapasitas usaha/kegiatan, jumlah dan jenis bahan baku atau penolong yang digunakan, proses usaha atau kegiatan yang dijalankan termasuk kegiatan penunjang yang berpotensi menghasilkan air limbah, neraca air, fluktuasi atau kontinuitas produksi dan air limbah, lay out masing-masing unit proses kerja dan instalasi pengolah limbah.
Rona lingkungan awal terdiri dari perhitungan kapasitas pengolahan air limbah, keperluan perhitungan prakiraan dampak, komponen lingkungan yang terkena dampak. Prakiraan dampak meliputi perhitungan BMAL, sebaran AL, sifat penting dampak, penetapan titik pantau pada badan air permukaan.
Rencana pemantauan dan pengolaan lingkungan terdiri dari kapasitas instalasi pengolah AL, teknologi sistim pengolahan AL, unit prosesing atau unit operasi, kriteria disain setiap unit proses, alur proses dan layout instalasi pengolahan air limbah, pengelolaan lumpur atau gas yang dihasilkan.
Rencana pemantauan lingkungan terdiri dari titik penataan, pembuangan AL, pemantauan badan air permukaan; mutu air limbah, mutu air, mutu air tanah; frekuensi. Hal lain yang harus masuk adalah sistim penangunggalangan keadaan darurat, internalisasi biaya lingkungan, periode waktu uji coba. Juga harus ada standar kompetensi sumber daya manusia dan sistim manajemen lingkungan.
Pemanfaatan air limbah ke formasi tertentu sama kecuali rona lingkungan awal hanya komponen lingkungan yang relevan untuk mengkaji pemanfaatan air limbah. Sedang pada RPPL terdiri dari instalasi pengolahan AL yang direncanakan dan tata pemanfaatan : injeksi dan pond.
RPL terdiri dari air limbah : titik penataan, mutu AL; injeki meiliputi titik penataan, parameter, frekuensi; air tanah terdiri dari sumur pantau, parameter dan frekuensi. Rencana pemanfaatan dapat 2 cara yaitu pompa dan sumur injeksi untuk akuifer bebas maupun tertekan, pond untuk akuifer bebas dan berpasir. Jarak pond ke permukaan air tanah > 5 m dan lokasi resapan bukan daerah karst. BMAL untuk menahan instrusi air laut dan imbuhan air tanah kelas 2 sedang untuk resapan kelas 3.
Mekanisme penerbitan persetujuan teknis untuk pemenuhan BMAL adalah penanggung jawab usaha/kegiatan wajib amdal atau UKL/UPL mengajukan permohonan pengajuan teknis melalui Sistim Informasi Dokumen Lingkungan kepada menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangan perizinan usaha dan Perling. Lengkap tidaknya permohonan ini harus dijawab dalam 10 hari.
Menteri menugaskan pejabat bidang PPKL, sedang gubernur, bupati, walikota menugaskan pejabat bidang LH melakukan pemeriksaan teknis dalam 2 hari kerja. Bila permohonan lengkap dan benar maka dilakukan penilaian sustansi dalam 30 hari kerja. Bila kesesuaian tidak terpenuhi maka persetujuan teknis ditolak , bila terpenuhi maka masuk dalam mekanisme penerbitan surat kelayakan operasional (SLO).
Mekanisme penerbitan SLO adalah bila sistim pengolahan air limbah selesai dan penyelesaian uji coba air limbah melapor pada menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenanangan Perling maka pejabat madya bidang PPKL (menteri) dan pejabat bidang LH (gubernur, bupati/walikota) melakukan verifikasi dalam 5 hari kerja.
Bila sesuai pertek maka SLO terbit dan dimulai operasional pengawasan ketaatan dalam perijinan usaha. Bila tidak sesuai maka dalam 3 hari kerja harus ada arahan perbaikan sarpras, perubahan pertek dan jangka waktu perbaikan. Setelah dilakukan perbaikan maka dilakukan verifikasi. Jika sesuai SLO terbit jika tidak maka dilakukan penegakkan hukum.