2nd T-POMI
Share berita:

Suatu komoditas bisa dapat berkembang jika diiringi dengan industrialisasi.Namun sangat disayangkan jika saat ini Indonesia hanya pandai atau juara dibidang bahan baku yang tidak diiringi dengan produk-produk hilirisasi.

Agus Pakpahan Ketua Badan Eksekutif Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) mngakui bahwa perkebunan Indonesia sudah sangat maju tetapi masih sebatas di hulu. Hal tersebut polanya persis seperti di jaman Belanda yaitu mengandalkan bahan baku.

“Artinya majunya komoditas perkebunan sejak dahulu hingga saat ini tidak diikuti dengan kemajuan industri,” kata Agus dalam dalam peluncuran buku yang dilaksanakan oleh perkebunannews.com di Jakarta.

Lebih lanjut, menurut Agus, jika berkaca pada suatu negara maju, suatu komoditas bisa dapat berkembang jika diiringi dengan industrialisasi. Namun sangat disayangkan jika Indonesia boleh dikatakan jalan ditempat, karena perkebunan hanya maju dari sisi peningkatan produksi dan penambahan lahan tetapi tidak ada pendalaman produk berupa hasil-hasil industri.

Terbukti, hingga saat ini Indonesia hanya pandai atau juara dibidang bahan baku yang tidak diiringi dengan produk-produk hilirisasi. Kondisi seperti inilah yang membuat Indonesia semakin ketinggalan.

“Jadi jika tahun 60-an sampai 70-an negara seperti Korea Selatan dan Taiwan ini sama atau lebih terbelakang dari Indonesia. Tetapi sekarang mereka sudah jauh lebih maju dari Indonesia. Vietnam sekarang juga maju pesat, bisa saja nanti melebihi Indonesia. Hal ini karena industrialisasi berjalan beriringan dengan bahan baku yang dihasilkannya,” ucap Agus

Melihat hal ini, Agus menjelaskan, sebenarnya jika hasil perkebunan bisa dikembangkan melalui industrialisasi maka mepunyai potensi yang besar untuk berkembang. Hal ini karena sudah diakui bahwa Indonesia memiliki suplai atau bahan baku berbasis perkebunan yang melimpah.

Baca Juga:  BPDPKS Pilih Instiper Selenggarakan Bea Siswa SDM Sawit

Tapi sangat disayangkan jika saat ini industrialisasi yang berkembang di Indonesia justru yang mengandalkan bahan baku impor. Contohnya, industri tekstil yang bahan bakunya 99% kapas harus diimpor karena produksi kapas Indonesia sangat kecil sekali. Kemudian industri roti dan kue yang berkembang pesat yang juga bahan bakunya 100% impor, yaitu gandum.

Namun sangatlah miris jika melihat komoditas tebu yang bahan bakunya cukup besar tapi sampai saat ini hanya menghasilkan gula saja. Padahal industrialisasi tebu bisa menghasilkan banyak produk hilir dengan nilai tambah yang besar.

“Kemudian kelapa sawit yang juga sampai sekarang sekarang masih berkutat di CPO,minyak goreng dan biodiesel belum banyak produk hilir yang disampaikan,” keluh Agus.

Hal ini karena, Agus menerangkan bahwa model perkebunan yang harus dikembangkan. “Sebab model pemerdekaan yang sesuai dengan cita-cita kemerdekaan NKRI yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” ucap Agus.

Sementara itu, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Gamal Nasir dalam sambutannya yang dibacakan oleh Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Dwi Pratomo Sujatmiko menyatakan saat ini sub sektor perkebunan berkembang dengan pesat dan mampu menunjukkan dapat diandalkan sebagai leading sector yang menjadi sumber peningkatan penerimaan Negara, kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Luas lahan perkebunan saat ini mencapai 23,78 juta ha (92% di luar Jawa) terdiri dari kelapa sawit 11,44 juta ha dan non kelapa sawit 12,34 juta ha.

“Tapi harus diingat bahwa segala bentuk usaha budidaya perkebunan harus mengedepankan keseimbangan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia dan alat atau sarana prasarana input produksi melalui kegiatan penyelenggaraan perkebunan yang memenuhi kaidah pelestarian lingkungan hidup,” jelas Dwi. S