2019, 3 Juli
Share berita:

Jakarta – Industri oleokimia berkontribusi bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sebagai produk turunan sawit. Alhasil, industri oleokimia mampu menciptakan lapangan kerja, investasi, penerimaan pajak, pembangunan infrastruktur dan stimulus ekonomi daerah.

Hal ini terungkap dalam Seminar Oleokimia yang diselenggarakan Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) dengan tema “Ragam Industri Pengguna Produk Oleokimia Indonesia” di Jakarta, yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS).

“Jadi jumlah perusahaan oleokimia terus meningkat sepanjang tiga tahun terakhir. Jumlah perusahaan oleochemical di Indonesia tahun 2016 sebanyak 17 perusahaan kapasitas produksi 10.970.700 ton per tahun dengan nilai investasi mencapai Rp 4,7 triliun,” kata Rapolo Hutabarat Ketua Umum APOLIN.

Lenih lanjut, menurut catatan Rapolo, dari tahun 2017-2018 terdapat 19 perusahaan menggunakan bahan baku oleokimia dan tahun 2019 naik menjadi 20 perusahaan dengan total kapasitas produk oleokimia nasional sebanyak 11,326 juta ton/tahun. Penambahan investasi industri oleokimia di awal tahun 2019 mencapai Rp 4,84 triliun.

Pada 2019, dari total kapasitas produksi oleokimia 11,326 juta ton terdiri dari fatty acid 4,55 juta ton, fatty alcohol 2,12 juta ton, gliserin 883.700 ton, metil ester 1,93 juta ton dan soop nodle berjumlah 1,83 juta ton.

“Kenaikan produksi tahun ini ditopang investasi baru dua perusahaan oleokimia yang berlokasi di Dumai (Riau). Selain itu, dua perusahaan tadi sudah menjadi anggota Apolin,” ucap Rapolo.

Tidak hanya itu, Rapolo mengungkapkan investasi oleokimia pada tahun 2017 sebesar Rp 4,7 triliun di Dumai. Selanjutnya tahun 2019, ada investasi senilai Rp 1,1 triliun di Propinsi Riau.

Adapun volume ekspor produk oleokimia dengan 15 HS code tahun 2017 sebesar 1,9 juta ton, tahun 2018 meningkat menjadi 2 juta ton. Nilai ekspor tahun 2017 sebesar USD 1,5 miliar dan USD 2,3 miliar di tahun 2018.

Baca Juga:  Perbaikan Kebun Kakao Harus “Dikeroyok”

Oleokimia digunakan pada industri deterjen, farmasi, ban, kosmetik dan industri lainnya.

“Artinya pengembangan produk oleokimia juga menjadi tantangan ke depan. Riset menjadi tulang punggung industri ini dalam mengembangkan produk oleokimia,” kata Rapolo.

Ditempat yang sama Abdul Rochim Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian menambahkan, peran industri oleokimia sangat strategis karena mampu mengolah sumber daya minyak kelapa sawit yang melimpah dan menjadi building block bagi pertumbuhan industri hilir terkait.

Pada 2019 bertambah menjadi 20 perusahaan dengan total kapasitas produksi oleokimia sebanyak 11.326.300 ton/tahun. Penambahan investasi industri oleokimia di awal tahun 2019 mencapai Rp 4,84 triliun.

“Salah satu faktornya karena peringkat EODB (Ease of Doing Business) melalui berbagai fasilitas dan kemuahan investasi dari pemerintah Indonesia. Pemerintah berkomitmen mendorong dan memberikan dukungan bagi pertumbuhan industri oeokimia nasional,” terang Abdul.

Bahkan menurut Abdul, sektor oleokimia, termasuk sektor industri yang mendapatkan fasilitas perpajakan tax allowance dan tax holiday berkaitan investasi baru dan perluasan industri. Lebih dari 10 proyek perusahaan oleokimia dan/telah mendapatkan tax incentive.

“Berdasarkan pengamatan kami, kebijakan insentif tax allowance dan tax holiday yang dikombinasikan pungutan sawit sangat efektif dan mampu mendorong Industri oleokimia,” papar Abdul.

Sehingga, Abdul mengakui, ada dua tantangan utama industri oleokimia yaitu pengamanan bahan baku industri dan inovasi menambah ragam jenis produk hilir.

“Sudah ada usulan dari APOLIN untuk menyempurnakan tarif pungutan untuk menjamin pasokan bahan baku industri. Saat ini, sudah ada tim antar kementerian yang membahas persoalan ini,” kata Abdul.

Dalam hal ini, Abdul menerangkan bahwa industri oleokimia sebagai building block aneka produk hilir, maka aktivitas riset untuk menghasilkan inovasi terkini menjadi ujung tombak dalam penguasaan pasar global. Diantaranya biolubricant, biosurfaktan, bioplastik, biopolymer hingga biomaterial canggih.

Baca Juga:  Kemitraan Perkuat Komoditas Kelapa Sawit Indonesia

“Kekuatan industri oleokimia berbasis minyak sawit ini terletak pada kemamapuan substitusi produk minyak bumi, sehingga lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable),” pungkas Abdul.