Jakarta, Mediaperkebunan.id
Masalah utama yang dihadapi industri pengolahan kelapa di negara –negara anggota ICC (international Coconut Community) adalah kekurangan bahan baku. Ini merupakan masalah global. Jelfina Alouw, Direktur Eksekutif International Coconut Community menyatakan hal ini pada Mediaperkebunan.id
Peningkatan produktivitas dan produksi kelapa merupakan program yang sangat mendesak mengingat permintaan produk kelapa di pasar lokal dan global sangat tinggi dan diprediksi meningkat dengan Compound Annual Growth rate sebesar 13% .
Upaya yang dilakukan negara-negara produsen kelapa saat ini dalam upaya melindungi industri dalam negeri dari kelangkaan bahan baku dengan membuat regulasi yang mewajibkan eksport produk jadi atau yang sudah diolah, dan produk bernilai tambah tinggi. Selain itu upaya peningkatan produksi kelapa dalam negeri harus terus didorong lewat peremajaan tanaman tua dengan menggunakan varetas kelapa unggul sehingga produktivitas meningkat.
Contohnya adalal Filipina. Negara ini sudah melangkah jauh, pada tanggal 26 Pebruari 2021, Presiden Rodrigo Dua Duterte menandatangi undang-undang yang bernama RA 11524 or Coconut Farmer and Industry Trust Fund Act (CFITF) , game changer yang akan memodernisasi dan industrialisasi perkelapanaan negara ini.
Isinya adalah keberpihakan pemerintah terhadap petani dan industri kelapa. Regulasi ini mendukung ekspor kelapa dalam bentuk produk jadi dan meninimalkan ekspor kelapa dalam bentuk bahan baku (kelapa bulat dan kopra). Data menunjukkan volume ekspor kelapa Indonesia lebih tinggi dari Filipina, tetapi dari sisi nilai dalam USD lebih rendah. Filipina juga sudah mulai membuat fasilitas pengolahan yang bisa digunakan bersama oleh petani.
Pengembangan industri kelapa terpadu membutuhkan dukungan teknis, keuangan, kelembagaan dan promosi pasar. ICC siap membantu dari sisi peningkatan kapasitas dan promosi pasar. Dukungan pemerintah Indonesia terhadap pengembangan industri kelapa terpadu cukup besar tetapi masih perlu didorong lagi untuk menjadikan kelapa sebagai komoditas prioritas nasional.
Indonesia yang saat ini menurut data ICC merupakan negara dengan luas kebun kelapa kedua di dunia setelah Filipina,dari sisi kapasitas mempunyai industri olahan terpadu terbesar di dunia. Arti dari industri pengolahan terpadu adalah mengolah sebagian besar bagian buah kelapa seperti daging, air, tempurung dan sabut kelapa.
Saat ini ada 13 perusahaan industri kelapa terpadu di Indonesia dengan kapasitas yang besar. Dari sisi jumlah perusahaan, jumlahnya lebih kecil dibanding negara produsen kelapa lainnya. Thailand memiliki 23 perusahaan, Filipina 21 perusahaan dan Srilanka 19 perusahaan. Bahkan Vietnam yang luas tanaman kelapanya hanya 4,9% dari luasan kelapa Indonesia punya 12 perusahaan, beda 1 dibanding Indonesia.
Selain dengan 13 perusahaan yang ada untuk menakkan nilai tambah dan memperbanyak industri sehingga ekspor kelapa bulat semakin berkurang maka bisa dikembangkan dengan beberapa model. Salah satunya pengembangan dalam kawasan luas seperti kabupaten atau provinsi.
Setiap kabupaten di provinsi sentra kelapa menentukan produk unggulan dan prioritas yang dikembangkan apakah berbasis daging kelapa, air, sabut atau tempurung serta produk sampingnya. Bahan baku yang tidak diolah pada satu kabupaten dapat dijual sebagai bahan baku semi jadi kepada industri dikabupaten lain sehingga akan terdapat dukungan silang bahan baku dalam satu kawasan industri kelapa provinsi.