2nd T-POMI
2016, 1 Juli
Share berita:

Jika ingin bantu masyarakat gunung, jangan hanya bangun jalan tapi bangunkanlah ekonomi masyarakatnya yang sebagian besar sebagai petani kopi.

Memang selama ini daerah gunung identik dengan kemiskinan, konflik serta masyarakat yang tertutup. Maka untuk menghatasi hal itu tidak semata-mata membangun infrastuktur namun harus menghidupkan ekonomi masyarkat salah satunya dengan kopi.

“Ingin mensejahterakan masyarakat gunung, maka kembangkan kopi. Dengan kopi masyarakat papua bisa mendapatkan penghasilan yang menarik sehingga kesejahteraan lebih baik. Serta membuka interaksi orang gunung dengan orang luar,” kata Gubernur Papua, Lucas Enembe.

Berdasarkan catatannya, luas areal kopi di Papua pada tahun 2015 tercatat 10.113 ha, dengan produktivitas per ha hanya 438 kg. Dengan wilayah sentra adalah Kabupaten Jayawijaya dengan luasan hampir 3091 ha. Sedangkan sisanya tersebar di beberapa Kabupaten di Pegunungan seperti Pegunungan Bintang, Puncak Jaya, Yahukimo, Puncak, Paniai, Tolikara , Lanny Jaya, Intan Jaya, Dogiyai, Nduga dan Mimika.

Pengembangan kopi ini selaras dengan visi Papua yakni Bangkit, Mandiri dan Sejahtera. Artinya dengan kopi masyarakat Papua dapat bangkit dengan memanfaatkan potensi sumber daya alamnya.

Bahkan melalui kopi masyarakat dapat meraih kemandirian dari usaha perkebunan yang dikembangkan pada skala ekonomi sehingga dapat memperoleh mendapatkan pendapatan yang layak dan berkelanjunta sehingga mereka bisa menolong dirinya sendiri tanpa bergantung kepada orang lain.

“Jadi tujuan akhirnya yakni masyarakat sejahetera, yaitu masyarakat Papau bisa memperoleh pendapatan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,” jelas Lucas.

Kementan, Jangan Hanya Urusi Pajale
Itulah sebabnya, lanjut Lucas Pemerintah Daerah berbagai upaya meningkatkan luasan dan produksi kopi Papua terkait dengan visi tersebut. Hanya saja jika mengandalkan ABPD tentu tidak cukup. Perlu adanya dukungan pusat untuk jangkauan yang lebih luas.

Baca Juga:  Ditengah Pandemi, Diversifikasi Perkebunan Kopi Lindungi Petani

Hanya saja sering sekali pengembangan kopi didaerah tidak selalu didukung oleh Pemerintah Pusat. Bahkan belakangan ini terlihat Kementerian Pertanian (Kemeetan) disibukan dengan peningkatan produksi pangan dalam hal ini padi, jagung, dan kedelai (pajale). Padahal yang dinamakan pertanian tidak hanya komoditas pangan saja.

Diantaranya komoditas kopi yang masuk sebagai salah satu komoditas penyumbang devisa negara. Seperti diketahui, sampai saat ini komoditas perkebunan sebagai komoditas penyumbang devisa terbesar. Artinya sebagai penyumbang devisa negara maka komoditas perkebunan juga patut diperhatisa, diantaranya kopi.

“Kabarnya Pemerintah Pusat akan memberikan perhatian pada kopi, tapi sampai sekarang tidak ada realisasinya. Sementara Kementan fokusnya hanya pangan melulu,” keluh Lucas.

Memang, lanjut Lucas bahwa pemerintah perlu mencapai swasembada pangan, tapi bagaimana masyarakat bisa membeli makanan kalau tidak mempunyai sumber penghasilan yang menarik. Sehingga dalam hal ini diperlukan dukungan puuntuk dapat mengembangkan kopi organik di Papua agar bisa menghasilkan biji kopi specialty.

“Ini adalah strategi membuat petani kopi di Papua agar lebih sejahtera,” tegas Lucas.

Kopi Papua Diminati Asing
Sementara itu menurut Kepala Dinas Perkebunan Papua, John D. Nahumury menambahkan bahwa kopi Papua cukup diminati di dalam dan luar negeri termasuk juga untuk memenuhi kebutuhan gerai kopi Starbucks.

Terbukti, saat ini permintaan akan kopi Papua dari kalangan pemilik café ataupun eksportir dari Jakarta dan Surabaya cukup besar. Bahkan, pemerintah Polandia menyatakan minatnya untuk mendapatkan kopi Papua sebagaimana disampaikan wakil kedutaan besar Polandia untuk Indonesia saat kunjungan ke Papua beberapaa waktu lalu.

“Hanya saja supply biji kopi yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Itu sebabnya pemerintah daerah fokus pada pengembangan kopi karena pasarnya sudah tersedia,” risau John.

Baca Juga:  PUSLITKOKA MAMPU HASILKAN 60 JUTA BENIH KOPI DAN KAKAO TIAP TAHUN

Melihat hal ini, menurut Jhon diperlukan berbagai program peningkatkan produksi baik itu program perluasan, intesifikasi dengan memberikan bantuan bibit dan pupuk organik. Selain sarana produksi juga perlu diberikan bantuan sarana pengolahan dan pasca panen. Lalu pada setiap Kabupaten didirikan sejumlah gudang penyimpanan kopi.

“Namun dari semua itu hal yang perlu didorong tentu saja peningkatan mutu, itu sebabnya perlu adanya tenaga pendamping. Serta daerah pengembangan harus dijadkan kawasan Indikasi Geografis,” ucap John.

Untuk itu, lanjut Jhon, agar bisa membangun kopi Papua sebagai motor penggerak ekonomi masyarakat Papua maka harus melibatkan sinergi antara pusat baik itu Kementan, Kementerian Perdagangan ataupun kementerian lainnya serta juga Pemerintah Provinsi dan Kabupaten melalui sebuah gerakan. Tanpa itu maka pengembangan kopi akan bersifat parsial dan tidak akan memberikan manfaat yang efektif.

Pendapat tersebut diamini oleh Retno Hulupi, peneliti senior asal Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Bahwa untuk meningkatkan produksi kopi nasional maka perlu segera dilakukan pergantian tanaman dengan klon-klon unggul. Diantaranya klon khususnya arabika yang tahan terhadap nematoda dan punya cita rasa baik, serta pemberian pupuk yang sesuai dengan kondisi lahan.

“Namun sebaiknya selain bantuan fisik, hal utama yang harus disediakan pemerintah adalah pendampingan. Tanpa itu hasil maksimal dari bantuan yang akan diberikan tidak akan diraih,” pungkas Retno. YIN