2nd T-POMI
2022, 16 Januari
Share berita:

Jember, Mediaperkebunan.id

Negara-negara produsen besar pangan dunia menempatkan peneliti sebagai garda terdepan supaya hasil risetnya bisa menjaga keberlanjutan produksi pangan. Peneliti hanya melakukan riset tanpa disibukkan masalah ekonominya.

“Negara hadir merangkul peneliti-peneliti itu supaya fokus pada riset. Kebutuhan hidup mereka menjadi urusan negara,” kata Ketua DPP GAPPERINDO (Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia)/Ketua Umum GAPPERINDO Jawa Timur, Arum Sabil pada peringatan 111 tahun Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) awal Januari lalu.

Hal berbeda sekarang terjadi pada Pusat Penelitian yang berada dibawah PT Riset Perkebunan Nusantara seperti Puslitkoka. “Saya menyimak pidato Direktur RPN dan Kepala Puslitkoka. Mereka sangat optimistis dan tersenyum tetapi saya yakin hatinya menangis memikirkan bagaimana melakukan penelitian dan bisa untung dari hasil penelitian itu” kata Arum lagi.

Padahal bisnis yang berorientasi keuntungan tidak bisa dikaitkan dengan riset untuk kemajuan ke depan. Keduanya tidak bisa digabung, tetapi bagaimana lagi regulasinya sudah seperti itu. Arum berharap pusat-pusat penelitian yang berada di bawah RPN yang punya mandat meneliti kopi, kakao, tebu, kelapa sawit, karet dan teh kedepan berada langsung dibawah komando Presiden.

Menurut sejarah, Belanda masuk ke Indonesia tahun 1500an karena mencari rempah-rempah seperti pala, lada, cengkeh, kunyit dan lain-lain. Setelah masuk Indonesia mereka melihat bahwa ini surga dunia sehingga muncul keserakahan dan menjajah.

Kopi dan kakao mulai ditanam di bumi Nusantara tahun 1800an tanpa ada lembaga riset. Setelah 100 tahun lebih Belanda menyadari bahwa menanam kopi dan kakao itu susah sehingga tahun 1911 didirikan lembaga penelitian kopi dan kakao.

“Saya sendiri pernah bertanam kakao selama 5 tahun. Ternyata masalahnya 1001 macam sehingga harus dirawat seperti bayi. Sejak jaman dulu sampai sekarang memang tidak gampang menanam komoditi ini. Belanda menjadikan Jember sebagai tempat lembaga penelitian dan menjadi peneliti garda terdepan menghadapi masalah kopi dan kakao,” kata Arum.

Baca Juga:  Naiknya Harga Biji Kakao tak Dinikmati Petani

Saat ini luas areal kakao di Indonesia 1,6 juta ha engan jumlah petani 1,7 juta KK, 90% merupakan perkebunan rakyat. Produksi 600.000 ton/tahun dan Indonesia berada diurutan produsen nomor 4 dunia.

“Semua ini menjadi salah satu torehan prestasi dari inovasi Puslitkoka . GAPPERINDO mengharapkan Puslitkoka berkembang, maju dan terus berinovasi untuk negeri,” kata Arum menutup sambutannya.

.