Putusan MA No. 70P/2013 tanggal 25 Februari 2014 yang ditindak lanjuti dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-24/PJ/2014 tanggal 25 Juli 2014 telah menyebabkan penyerahan barang hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan dikenakan PPN 10%. Hingga hari ini keputusan tersebut telah berjalan lebih dari empat tahun.
Menurt Azis Pane, Ketua Umum Forum Dewan Komoditas Perkebunan pungutan PPN tersebut berdampak terhadap perkebunan rakyat dan agro industri berbasis perkebunan . Seperti diketahui sub sektor perkebunan adalah tulang punggung ekonomi kerakyatan. Menurut data kementerian Pertanian, 89% lahan untuk komoditi karet/kakao/kopi/teh, dimiliki oleh petani perkebunan.
Dalam kurun waktu empat tahun terakhir luas areal dan produksi biji kakao kering, biji kopi kering, daun teh kering, Slab, Sheet Angin, lateks dan beberapa komoditi perkebunan lainnya terus turun dengan drastis.
Tak dapat dipungkiri bahwa salah satu penyebab turunnya produksi komoditi perkebunan adalah turunnya harga komoditas perkebunan dalam lima tahun terakhir dan ditambah dengan pengenaan PPN 10% sehingga semakin menggerus pendapatan dan kesejahteraan para petani perkebunan.
Mengingat hasil usahatani perkebunan tidak mampu lagi mendukung biaya kebutuhan rumah tangga , sebagian petani mengganti usahatani ke komoditi yang menguntungkan . Petani karet dan kakao mengganti tanaman karet dengan tanaman sawit yang lebih menjanjikan, petani teh dan kopi mengganti dengan tanaman hortikurtura dan sayuran.
Turunnya produksi komoditi perkebunan tentunya akan berimbas pada penyediaan bahan baku industri pengolahan seperti Industri Kakao, Industri Teh, Industri Pengolahan Kopi dan Industri Karet Remah ( Industri Crumb Rubber ). Pada gilirannya volume dan nilai ekspor akan mengalami penurunan dan berpengaruh terhadap defisit Neraca Perdagangan Nasional.
“Ditengah situasi yang memprihatinkan, kami mendapat angin segar yakni pada Pertemuan di Kantor Menko Perekonomian tanggal 9 Oktober 2017, Bapak Menko Perekonomiam akan memperjuangkan tarif PPN komoditi primer akan diturunkan dari 10% menjadi 1%. Namun angin segar ini seperti tertelan bumi, hingga akhir tahun 2018 kami masih belum mendapat kepastian penerapannya,” katanya.
“Kami sangat mengkuatirkan jika pungutan PPN 10% tetap dipertahankan sehingga para petani merasa ikut dibebani membiaya negara dan kehadiran pemerintah tidak dirasakan, maka 20 juta KK petani perkebunan akan kehilangan kepercayaan kepada pemerintahan sekarang” tegas Azis.