2nd T-POMI
2024, 23 April
Share berita:

Jakarta, mediaperkebunan.id – Penjelasan Sengkleh Kelapa Sawit oleh Firlana, S.P.,M.Si, Manager Agronomist STA Resources dan Dadang Gusyana, S.Si MP, Ketua Bidang Agronomi P3Pi.

Kesimbangan Hara

Selain itu, faktor drainase dan keseimbangan hara harus diperhatikan dalam upaya penanganan patah pelepah atau sengkleh pada kelapa sawit dan kemungkinan-kemungkinan terjadi serangan penyakit akibat luka dan pembusukan pelepah juga harus diperhatikan.

Merujuk pada Wirianata et al (2017), selain faktor iklim, faktor nutrisi juga harus diperhatikan dalam menangani kasus patah pelepah. dosis pupuk N, P, dan B berpengaruh terhadap terjadinya patah pelepah. Peningkatan N dapat meningkatkan kerentanan terjadinya patah pelepah, sementara pupuk P dan B akan mengurangi kerentanan terhadap terjadinya patah pelepah.

Ketidakseimbangan hara yang terjadi pada tanaman yang secara nutrisi dipengaruhi oleh hara makro yang terdiri dari  unsur hara makro seperti nitrogen, fosfat, kalium, magnesium, calsium dan boron.

Ketidakseimbangan hara P, K, Mg rakis, N, P, B daun dan K, Ca, Mg, B daun. Walaupun terdapat ketidakseimbangn unsur hara namun hasil penelitiann lain menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara pohon yang mengalami kejadian patah pelepah dengan pohon normal.

Hasil analisa hara daun N dan P status cenderung defisiensi sedangkan Ca berlebih dibanding tanaman normal. Sedangkan hara rakis terjadi peningkatan hara K, Mg dan Ca. Keseimbangan hara terganggu pada status rendah untuk rasio N terhadap P, K, Mg dan rasio K terhadap Ca dan Mg. Pada hasil analisa lain pada patah pelepah terjadi ketidakseimbangan N dan K, dimana status N terlalu tinggi (>3,0%) dan K sangat rendah (<0,5%) akibatnya ekstra pupuk K (MOP 1-2 kg/pkk/thn) menjadi salah satu alternatif dalam penanganan patah pelepah.

Dampak utama dari sengkleh adalah penurunan produksi karena terganggunya pematangan buah akibat dari proses fotosintesis menjadi tidak maksimal, hanya sedikit buah yang dihasilkan, dan kesehatan tanaman menjadi berkurang. Pelepah yang patah tadi umumnya tidak menunjukkan gejala pembusukan di bagian dalamnya. Dampak patah pelepah terhadap pertumbuhan dan produksi diantaranya sebagai berikut :

  1. Pertumbuhan : cekaman kekeringan akan meningkatkan turgor sel penjaga yang menyebabkan sel penjaga menjadi turgid yang menyebabkan penutupan stomata yang dirangsang kadar Ca2+ dalam mesofil. Selain menurunkan evapotranspirasi juga menurunkan jumlah masuknya CO2 melalui stomata yang selanjutnya mengganggu laju fotosintesa. Dampaknya pengambilan air oleh akar menjadi terbatas yang menyebabkan ujung-ujung akar kehilangan turgor yang pada akhirnya dapat rusak bahkan feeding root mati. Berkurangnya kadar air tanah tergantung pada jenis tanah, semakin tinggi menyerap air (tanah Gambut/rawa) maka akan semakin kecil persentase kehilangan air. Sementara pada tanah Mineral kadar air lebih rendah selisih  4%-9% dari kondisi normal.
Baca Juga:  Program PSR Kunci Penopang Perekonomian Indonesia

Pengambilan air yang terbatas menurunkan penambahan luas daun yang akan menurunkan konsumsi CO2 dan energi yang ditunjukkan dengan tertundanya pelepah muda (daun tombak) untuk membuka (4-5 daun tombak). Beberapa kasus di Kalimantan Tengah berdampak pada water defisit 200-400 mm penurunan produksi 0-30% dari normal.

  • Produksi : Dampak kekeringan pada tahun I, berdampak pada penurunan produksi biomasa, sehingga pasokan untuk pertumbuhan organ generatif terganggu mengakibatkan kegagalan perkembangan tandan buah. Buah menjadi busuk dan jumlah tandan menjadi berkurang. Dampak tahun II dan III berhubungan dengan aspek fenologis tandan buah, yaitu gugurnya bunga sebelum antesis. Tanaman berumur <15 tahun mengalami fenomena dampak pada tahun II, sedangkan tanaman >15 tahun dampaknya dominan pada tahun III. Respon kelompok tanaman muda <5 tahun sangat rentan (penurunan hingga 60%) akibat panen pertama tertunda. Tanaman umur >5-15 tahun relatif paling tahan cekaman kekeringan (penurunan produksi 10%).

Merujuk riset RPN mengenai Pemanfaatan Bio-Silika untuk Meningkatkan Produktivitas dan Ketahanan Terhadap Cekaman Kekeringan pada Kelapa Sawit (Laksmita Prima Santi, 2016) Anomali iklim dapat mempengaruhi faktor biotik seperti hama dan penyakit serta faktor abiotik yang mencakup perubahan curah hujan, suhu, gelombang panas, dan kehilangan air. Sebagai upaya mengatasi pengaruh negatif dari anomali ini, pengembangan usaha perkebunan dengan daya tahan tinggi terhadap kondisi yang kurang menguntungkan tidak terlepas dari penerapan teknologi yang dihasilkan dari aktivitas riset bioteknologi, salah satunya adalah pemanfaatan biosilika. Silika (Si) merupakan unsur kedua yang kandungannya di dalam tanah cukup melimpah dengan konsentrasi yang sangat beragam.

Apa yang harus kita lakukan? hingga saat ini belum ada hasil riset yang pasti penyebab sengkleh ini, untuk itu penting untuk menerapkan langkah pengendalian preventif, seperti pemilihan varietas yang tahan kekeringan, pemupukan yang seimbang, pengendalian hama dan penyakit secara teratur, serta pemeliharaan yang baik untuk mengurangi risiko pelepah sawit patah.

Baca Juga:  Banjir Di Kalsel, Minamas Plantation Gelontorkan Bantuan