JAKARTA, mediaperkebunan.id – Poduksi CPO tahun 2023 diperkirakan mencapai 50,07 juta ton atau naik sebesar 7,15 persen dari tahun 2022 yakni sebesar 46,73 juta ton. Sementara itu, produksi PKO mencapai 4,77 juta ton atau naik 5,66 persen dari tahun sebelumnya (2022) yakni sebesar 4,52 juta ton.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, ada dua faktor kemungkinan kenaikan produksi CPO dari tahun 2022 ini.
“Harga minyak sawit menjelang akhir tahun 2021 dan sepanjang tahun 2022 relatif tinggi, sehingga mendorong pelaku usaha untuk mengelola kebunnya dengan baik, termasuk pemberian pupuk,” ujar Eddy, Selasa (27/2/2024).
Selain itu, lanjut Eddy, adanya perluasan areal tertanam menghasilkan di tahun 2023. Hal ini, sesuai dengan data Kementerian Pertanian yang menyebutkan dalam periode 2017-2020 ada kenaikan luas tanaman sekitar 2017-2020 sebesar 540 ribu hektare (ha).
“Diperkirakan di tahun 2023 saja akan penambahan terjadi areal TM seluas 260 ribu hektare dari 12,342 juta hektare di tahun 2022 menjadi 12,602 juta hektare di tahun 2023,” jelas Eddy.
Di samping itu, kata Eddy, El Nino yang diperkirakan akan melanda Indonesia, ternyata tidak berpengaruh terhadap produksi tanaman, karena melanda di sebagain besar Indonesia bagian selatan.
Gapki mencatat, konsumsi dalam negeri menunjukkan kenaikan dari 21,24 juta ton pada tahun 2022 menjadi 23,13 juta ton atau kenaikan sekitar 8,90 persen.
Eddy mengatakan, implementasi kebijakan Biodiesel (B35) yang secara efektif dilakukan pada bulan Juli 2022 telah meningkatkan konsumsi minyak sawit sebesar 17,68 persen yakni dari 9,048 juta ton pada tahun 2022 menjadi 10,65 juta ton di tahun 2023.
Dengan diimplementasikannya B35, konsumsi biodiesel selama 2023 telah mencapai 10,30 juta ton dan telah melampaui konsumsi untuk pangan dalam negeri.
Gapki menyebutkan, ekspor produk CPO dan PKO mengalami penurunan 2,38 persen dari 33,15 juta ton di tahun 2022 menjadi 32,21 juta ton di tahun 2023. Sementara itu ekspor untuk biodiesel dan oleokimia mengalami kenaikan masing -masing sebesar 29 ribu ton dan 395 ribu ton.
Gapki mencatat, penurunan ekspor yang besar terjadi untuk tujuan EU yakni sebesar 11,6 persen dari 4,13 juta ton di tahun 2022 menjadi 3,70 juta ton di tahun 2023.
Sebaliknya ekspor untuk tujuan Afrika naik sebesar 33 persen dari 3.183 ribu ton menjadi 4232 ribu ton., China naik 23 persen dari 6.280 ribu ton menjadi 7.736 ribu ton, India naik 8 persen dari 5.536 ribu ton menjadi 5.966 ribu ton dan USA naik 10 persen dari 2.276 ribu ton menjadi 2.512 ribu ton.
Turunnya harga rata-rata kelapa sawit selama tahun 2023 dibanding 2023 di pasar Ciff Rotterdam sebesar 28,7 persen, dimana rata-rata harga tahun 2023 adalah 964 USD/ton atau jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya dengan rata-rata 1.352 USD/ton.
Menurut Eddy, turunnya harga menyebabkan penurunan nilai ekspor kelapa sawit Indoensia yang cukup signifikan dari US$ 39,07 miliar pada tahun 2022 menjadi US$ 30,32 miliar pada tahun 2023. Dengan stok awal tahun 2023 sebesar 3,69 juta ton, stok akhir produk CPO dan PKO Indonesia tahun 2023 diperkirakan mencapai 3,14 juta ton. (YR)