2nd T-POMI
2017, 15 November
Share berita:

Filipina – Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Peringatan 40 Tahun Kerja Sama Kemitraan ASEAN-UNI EROPA, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta stop diskriminasi terhadap Komoditas kelapa sawit.

“Resolusi Parlemen Uni Eropa dan sejumlah negara Eropa mengenai kelapa sawit dan deforestasi serta berbagai kampanye hitam, tidak saja merugikan kepentingan ekonomi, namun juga merusak citra negara produsen sawit,” kata Jokowi dalam KTT yang digelar pada Selasa, 14 November 2017, di Philippine International Convention Center (PICC), Manila, Filipina.

Sebab, menambahkan Jokowi, kelapa sawit sangat dekat dengan upaya pengentasan kemiskinan, mempersempit gap pembangunan, serta pembangunan ekonomi yang inklusif. Bahkan saat ini terdapat 17 juta orang Indonesia yang hidupnya, baik langsung maupun tidak langsung, terkait dengan kelapa sawit, di mana 42 persen lahan perkebunan kelapa sawit dimiliki oleh petani kecil.

Oleh karena itu, dalam pidatonya Presiden Jokowi meminta agar diskriminasi terhadap kelapa sawit di Uni Eropa segera dihentikan. Sejumlah sikap dan kebijakan yang dianggap merugikan kepentingan ekonomi dan merusak citra negara produsen sawit juga harus dihilangkan.

Disisi lain Presiden Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia sangat paham pentingnya isu sustainability (Keberlanjutan). “Oleh karena itu, berbagai kebijakan terkait sustainability telah diambil, termasuk pemberlakuan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO),” ucap Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi Memahami Kelapa Sawit
Mendengar hal tersebut, menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono, Presiden Jokowi memang sangat memahami komoditas kelapa sawit yang saat ini sebagai penyumbang devisa negara dengan nilai diatas devisa di atas Rp 200 triliun.

Ketua Umum GAPKI Pusat, Joko Supriyono

“Bahkan kelapa sawit telah membuktikannya sebagai komoditas yang mampu berperan untuk pengentasan kemiskinan dan pembangunan daerah pinggiran,” tutur Joko.

Baca Juga:  Kebijakan Kawasan Hutan Menghambat Reforma Agraria

Tidak hanya itu, Joko membenarkan bahwa ditingkat global pun kelapa sawit Indonesia berhasil menguasai pangsa pasar dunia. Tampil sebagai nomor satu, tetapi terus mendapat hambatan perdagangan yang tidak fair (adil) dan diskriminatif dari Eropa dan Amerika Serikat. Artinya diskriminasi ini hanyalah sebagai persaingan bisnis.

“Jadi sudah tepatlah Presiden membela kepentingan nasional terhadap komoditas unggulan ekspor Indonesia ini,” pungkas Joko. YIN