2nd T-POMI
2023, 26 September
Share berita:

Jakarta, mediaperkebunan.id – Rempah-rempah Indonesia telah menjadi komoditas perdagangan internasional, yang sekaligus membuat Indonesia diperhitungkan sebagai jalur rempah dunia. Rempah segar dari berbagai wilayah Nusantara, seperti lada, pala, cengkeh, jahe, kayu manis, dan vanili banyak diminati konsumen mancanegara dan tren nilai ekspornya terus meningkat.

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) bahkan mencatat Indonesia sebagai salah satu dari lima negara penghasil lada terbesar di dunia. Indonesia pernah menempati urutan kedua negara produsen lada terbesar setelah Vietnam pada 2016.

“Kejayaan perdagangan rempah-rempah Indonesia, terutama untuk komoditas lada perlu terus dipertahankan dan semakin dikembangkan dengan mengusung konsep hilirisasi industri seperti yang digaungkan oleh Bapak Presiden Joko Widodo. Industri kecil dan menengah berperan penting untuk menghasilkan produk untuk meningkatkan nilai tambah lada,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Reni Yanita, di Jakarta.

Reni mengungkapkan, pengembangan produk olahan lada di berbagai daerah penghasil, seperti di Bangka dan Lampung Timur, menghadapi berbagai tantangan. Misalnya ketersediaan bahan baku yang fluktuatif, teknologi dan permesinan yang terbatas dan kurang memenuhi standar, serta SDM yang kurang mumpuni. Selain itu, masih banyak bangunan, peralatan, serta sanitasi di tempat usaha IKM (industri kecil dan menengah) pengolahan lada yang kurang menerapkan standardisasi dan sistem keamanan pangan.

“Hal tersebut menyebabkan spesifikasi produk akhir tidak konsisten. Oleh sebab itu, diperlukan pedoman yang mengatur tata cara pengolahan agar dapat menghasilkan produk yang aman, bermutu, dan layak konsumsi sesuai standar Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP),” papar Reni.

Reni pun mengemukakan, harga jual lada yang tak menentu membuat nilai ekspor lada terkadang tercatat menurun. “Harga jual fluktuatif sehingga walaupun volume ekspor meningkat, dari sisi nilai masih mengalami penurunan. Penting untuk melakukan hilirisasi demi meningkatkan nilai tambah lada. Misal diekspor dalam bentuk bumbu racik,” ungkap Reni.

Baca Juga:  Harga Lada Hitam Diprediksi Meningkat sampai 2028, Ini Faktornya

Demi mendukung pengembangan IKM bumbu, terutama untuk komoditas lada, Ditjen IKMA terus memfasilitasi para pelaku IKM dalam hal peningkatan teknologi dan kapasitas produksi melalui program restrukturisasi mesin dan/atau peralatan, peningkatan kualitas kemasan produk, peningkatan sistem keamanan pangan melalui sertifikasi HACCP, peningkatan nilai tambah komoditas rempah di sentra penghasil, serta fasilitasi promosi melalui pameran untuk perluasan pasar.

“Pembinaan dari Ditjen IKMA terus dilakukan dari hulu ke hilir. Kami tidak hanya memperhatikan dari sisi tempat produksinya, tetapi juga sarana dan prasarana, kualitas produk, manajemen dan standar produk ekspor, hingga strategi promosinya,” ucap Reni.

Ditjen IKMA juga terus menggenjot peningkatan nilai tambah komoditas rempah di sentra-sentra penghasil rempah, yaitu melalui revitalisasi sentra dengan Dana Alokasi Khusus, antara lain pengembangan Sentra IKM Olahan Lada di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Sambas melalui  DAK tahun anggaran 2022. (248) Berita selengkapnya ada pada majalah Media Perkebunan edisi Oktober 2023