2nd T-POMI
2017, 29 Desember
Share berita:

Kehidupan penduduk Kelurahan Sorek Satu Kecamatan Pangkalan Kuras , Kabupaten Pelalawan Riau pada masa lalu adalah peladang berpindah dengan penghasillan tidak menentu. Tidak terkecuali Amir Syaripuddin, yang juga merupakan tukang ojeg dan gali sumur.

Ketika Musim Mas membuka perkebunan di sana, masyarakat juga ingin hidup layak. Musim Mas membuka kebun dengan pola PBSN (Perusahaan Besar Swasta Nasional) dan pada waktu itu belum ada kewajiban membangun kemitraan.

Perusahaan lain waktu itu juga banyak yang membangun kebun. Pelibatan masyarakat dilakukan lewat PIR Trans dengan membawa transmigrasi dari Jawa, kalau masyarakat lokal harus ikut Transmigrasi Lokal.

“Kita masyarakat lokal yang bukan transmigran ingin sejahtera juga. Karena itu kami mendatangi Musim Mas yang kebunnya mengelilingi desa dan bertanya apa bisa kami lakukan. Syukur perusahaan menyambut dengan baik sehingga melakukan pola kemitraan,” kata Amir yang sekarang merupakan Ketua Koperasi Petani Kelapa Sawit Merbau Jaya.

Akhirnya dicapai kesepakatan 4 desa dengan 322 KK seluas 644 ha. Konsolidasi dilakukan sejak tahun 1999. Tahun 2001 ijin koperasi sebagai badan hukum keluar langsung dikerjakan. Sekarang pembangunan sudah empat tahap dengan luas 1.066 ha.

Setelah berjalan ternyata ada Pola KKPA. Pola KKPA ini yang digunakan sekarang. Dari 0-48 bulan, atau masa kontruksi kebun merupakan tanggung jawab perusahaan. Setelah itu kebun diserahkan pada koperasi.

Kultur teknis kebun lewat RKO semuanya berasal dari Musim Mas. Kemudian lewat Koperasi dan kelompok tani, petani menjalankannya. Ada yang menjalankan sendiri dan ada yang diupahkan pada orang lain.

“Musim Mas sangat ketat dan tanpa kompromi soal kultur teknis ini. Kalau sudah waktunya dipupuk 2 kg misalnya yang harus dilakukan. Perusahaan juga menempatkan manager, staf dan mandor khusus untuk pelaksanaan kultur teknis,” katanya.

Baca Juga:  PELAKU USAHA KOPI MINTA BANTUAN PEMERINTAH HADAPI PANDEMI COVID 19

Petani juga mendapat berbagai pelatihan seperti sistim panen, pemupukan, kawasan konservasi tinggi , K3 dan lain-lain. “Pokoknya apa yang dilakukan perusahaan di kebunnya sendiri juga dilakukan sama persis dengan di kebun petani,” katanya.

Hasilnya adalah produktivitas rata-rata yang mencapai 27,26 ton TBS/ha/tahun. Dengan produksi sebesar itu maka penghasilan petani anggota koperasi Merbau Jaya adalah Rp7 juta/ha/kavling/bulan. Petani juga dalam lima tahun sudah mampu melunasi utangnya ke bank.

“Sawit benar-benar merubah drastis penghidupan kami dari semula tidak menentu sekarang menjadi Rp 7 juta/kavling/bulan. Semua anggota mengalami perubahan ekonomi yang luar biasa. Anak-anak bisa kuliah di luar kota,” katanya.

Salah satu kunci dari kesuksesan petani mitra Musim Mas adalah ketatnya kultur teknis yang diterapkan Musim Mas untuk kebun mitranya. Setelah 48 bulan tidak dilepas begitu saja, tetapi tetap didampingi dengan ketat. Bahkan sampai manajemen keuangan semuanya didampingi. Pada awalnya petani protes menjadi tidak bebas tetapi sekarang mereka sudah merasakan.

Pupuk juga persis seperti apa yang diberikan pada kebun perusahaan. Sebelum pemupukan dianalisa tanah dan daunnya juga. Petani dibantu mendapatkan pasokan pupuk yang sama dengan harga yang sama juga dengan perusahaan.

Sebagaimana kebun Musim Mas, Koperasi juga sudah bersertifikat RSPO, ISCC dan ISPO.Khusus untuk RSPO sampai sekarang petani belum mendapatkan harga premium seperti yang dijanjikan. Petani baru mendapat tambahan harga dari perusahaan sebesar 4% dan Rp300/kg. Karena itu dalam berbagai kunjungan delegasi RSPO, petani selalu mendesak soal harga premium ini.