2nd T-POMI
2020, 21 Januari
Share berita:

Jakarta, perkebunannew.com – Kesimpangsiuran stok atau ketersediaan biji kakao didalam negeri, maka Kementerian Pertanian (Kementan) siap memperbaikinya. Hal ini penting mengingat kebutuhan akan biji kakao di dalam dan luar negeri semakin meningkat.

Hal tersebut mengemuka saat Ditjen Perkebunan bertemu dengan beberapa pemangku kebijakan seperti Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Organisasi Cacao Internasional (ICCO) di Bogor.

Mendengar masukan dari pemangku kebijakan, Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Antarjo Dikin optimis untuk memperbaiki statistik perkebunan, tapi hal tersebut bukanlah hal yang mudah lantaran beragamnya komoditas serta luasnya wilayah Indonesia.

Atas dasar itulah Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Perkebunan mulai melakukan pemataan dan konsolidasi lintas pemangku kepentingan, baik industri ataupun perdagangan. sebagai langkah awal untuk pembenahan data komoditas tersebut.

“Banyak keuntungan yang akan kita peroleh dengan pengumpulan data yang valid karena saat ini kebutuhan akan data statistik sangatlah tinggi dan penting,” kata Antarjo.

Lebih lanjut, menurut Antarjo, telah bekerja sama dengan lembaga penelitian untuk menggunakan citra satelit. Pasalnya, perkebunan kakao di Indonesia tidak hanya didominasi oleh tanaman kakao saja, namun juga tumpang sari dengan tanaman lainnya sehingga upaya memperoleh citra sulit dilakukan.

Pembenahan statistik kakao dinilai menjadi hal penting mengingat Kementerian Pertanian menargetkan peningkatan produksi dalam 5 tahun ke depan untuk mendukung target ekspor tiga kali lipat. Namun, sebelum sampai di tahap tersebut, data luas dan produksi kakao yang presisi diperlukan lantaran banyak tanaman yang berusia tua.

“Oleh karenanya, terkait dengan data statistik kakao, Indonesia perlu memiliki metode tersendiri yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Indonesia. Selain itu, kita harus memikirkan bagaimana cara kita untuk meningkatkan produksi tersebut,” ucap Antarjo.

Baca Juga:  Jangan Lupakan Perkebunan Tembakau

Seementara itu, Staf Ahli Bidang Bio Industri, Bambang pun membenarkan bahwa pentingnya memperbaiki data kakao. Hal ini lantaran jika melihat data statistik perkebunan tahun 2019 (angka sementara) dari total luas tanaman perkebunan yang mencapai 1.683.868 hektar, seluas 1.640.393 hektar dimiliki oleh petani, artinya 90 persen lebih tanaman kakao yang ada dimiliki oleh petani.

“Jadi dengan memperbaiki tanaman kakao sama saja sedeng memperbaki tanaman rakyat,” terang Bambang.

Lebih dari itu, masih dari catatan Ditjenbun Kementan bahwa tahun 2018 bahwa nilai ekspornya juga sedikit mengalami peningkatan dari US$ 1.12 juta pada tahun 2017 menjadi US$ 1,25 juta di tahun 2018 (Ditjenbun 2019).

“Ini artinya komoditas kakao memiliki peran strategis yang sangat penting, bukan hanya sebagai penyumbang ekspor tetapi juga sebagai sumber mata pencaharian utama lebih dari 2 juta keluarga petani dan sumber bahan baku indurtri,” terang Bambang.

Disisi lain, menurut Bambang petani kakao masih mengelola usaha tani kakaonya dengan cara sub sistem, karena ketidakmampuan secara ekonomi dan kurangnya penyuluhan perkebunan.

Kakao seperti halnya kopi, menghendaki pemeliharaan yang lebih intensif disbanding komoditas perkebunanlainnya. Ketersediaan benih bermutu, pemupukan, naungan, pengairan, pemangkasan menjadi kunci sukses budidaya tanaman kakao.

Padahal sudah ada teknologi telah untuk mengatasi permasalahan budidaya dan pasca panen kakao, tapi belum dapat diterapkan secara luas di kebun petani. Tanaman kakao dengan pemeliharaan yang baik dapat menghasilkan 2 hingga 5 ton biji kakao kering perhektar pertahun, itu berarti dapat diingkatkan produktivitasnyamenjadi 4 – 10 kali lipat dibanding capaian produktivitas saat ini.

“Bila hal ini dapat kita lakukan, dengan luas areal kakao 1,68 juta hektar setiap tahunnya bisa memproduksi 3-8 juta ton per tahun jauh mengungguli Pada Gading dan Ghana sebagai penghasil kakao terbesar di dunia yang saat ini masing-masing sekitar 2 juta ton dan 0,9 juta ton,” papar Bambang.

Baca Juga:  Cargill Mendukung Masyarakat dalam Pelestarian dan Perlindungan Hutan

Artinya, Bambang optimis dengan pembenahan data dan memberikan pendampingan serta didukung dengan teknologi bukan tidak mungkin kakao Indonesia akan menjadi lebih baik lagi. YIN