2nd T-POMI
2018, 15 Januari
Share berita:

Perkebunan dan industri pengolahan kelapa sawit merupakan sektor kunci pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia termasuk untuk mengatasi kemiskinan dan kesenjangan pembangunan. Karena itu Indonesia sangat prihatin dengan diskriminasi sawit oleh Uni Eropa. Mahendra Siregar, Direktur Eksekutif CPOC (Council of Palm Oil Producing Countries) menyatakan hal ini dalam pertemuan dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo).

“Cara pandang sustainable palm oil mereka beda dengan kita karena penekannya pada lingkungan hidup. Karena itu pendekatan kita langsung pada SDGs yang ikut juga ditandatangani mereka. Kalau terpaku pada sustainable palm oil hanya menimbulkan perdebatan yang tidak perlu,” kata Mahendra.

Kalau dalam pandangan Eropa maka sustainable hanya bisa dilakukan oleh perusahaan besar saja, sedang petani justru jadi risiko. Sedang dalam pendekatan SDGs justru petani berperan penting sebab kelapa sawit akan meningkatkan kesejahteraan, mengentaskan kemiskinan dan pemerataan yang merupakan targer SDGs.

Dalam kesempatan itu Asmar Arsjad (Sekjen Apkasindo) menyampaikan dalam pertemuan dengan Dubes EU dinyatakan bahwa Uni Eropa tidak anti dan dikriminatif pada sawit. Menurut Mahendra, langkah dan diskriminasi UE adalah anti dumping dan subsidi yang mengada-ngada dengan argumen tidak jelas.

Langkah oleh European Institusion termasuk parlemen Eropa yang paling keras menyuarakan posisi diskriminasi itu antara lain resolusi tanggal 4 April 2017 tentang sawit dan deforestasi dan posisi lingkungan parlemen Eropa yang melarang sawit digunakan untuk biofuel mulai tahun 2021.

Amsterdam Declaration yang apabila diadopsi sebagai kebiakan EU merupakan kebijakan dikriminatif karena tidak diterapkan secara adil pada minyak nabati dalam negeri Eropa. Beberapa kajian Eropa sangat mendiskriminasi sawit tetapi tidak diperlakukan sama terhadap minyak nabati produksi domestik Eropa.

Baca Juga:  Sawit Prioritas Perjanjian Perdagangan Internasional

Berbagai LSM yang tentu saja dapat menemukan satu atau dua kesalahan di negara sebesar dan seluas Indonesia namun sama sekali tidak melihat konteks dan kebijakan pemerintah untuk mengatasinya. Kampanye negarif oleh berbagai perusahaan seperti KLM yang tidak mau menerima produk sawit. Berbagai merek dagang juga menyebutkan tidak mengandung sawit.