2019, 12 Maret
Share berita:

Salah satu program pemerintah untuk meningkatkan harga karet di tingkat petani adalah dengan penyerapan dalam negeri dengan aspal karet. Hal ini dinyatakan sendiri oleh Presiden Jokowi di Banyuasin. Apakah aspal karet itu ? Henry Prastanto, Peneliti Aspal Karet, Pusat Penelitian Karet Indonesia menguraikan dibawah ini.

Secara keilmuan, aspal karet merupakan campuran aspal dengan bahan aditif berbasis karet yang ditambahkan pada dosis tertentu. Pada konteks yang lebih umum, aspal karet termasuk dalam golongan aspal modifikasi polimer. Karet dapat berupa karet segar dalam bentuk lateks pravulkanisasi maupun kompon karet, dan juga serbuk karet dari limbah ban bekas.

Adanya tambahan komponen karet dalam aspal menjadikan kualitas aspal karet lebih unggul daripada aspal murni. Material karet di dalam aspal menyebabkan aspal menjadi lebih elastis sehingga dapat menahan beban lalu lintas yang berat, tidak mudah meleleh terutama ketika cuaca panas di siang hari, serta lebih lengket dengan aggregat sehingga permukaan jalan tidak cepat retak dan berlubang.

Dari segi harga, meskipun dijual pada level lebih tinggi 20%, namun aspal karet mampu memberikan umur layanan yang 1,5 hingga 2 kali lebih panjang dibandingkan dengan aspal muni. Dengan demikian, penggunaan aspal karet justru akan menghemat biaya pemeliharaan dan perbaikan jalan yang seringkali sama mahalnya dengan biaya pembuatan jalan baru. Tingginya harga aspal karet tentu juga akan dirasakan oleh petani karet sebagai unsur penyedia bahan baku pada rantai pasok aspal karet.

Untuk saat ini, teknologi aspal karet yang paling siap untuk dikembangkan adalah aspal karet berbasis lateks pravulkanisasi yang juga telah diuji-coba di Kawasan Danau Lido Bogor. Pada tahun 2019, Dirjen Binamarga Kementerian PUPR juga akan menerapkan teknologi aspal karet dalam volume yang lebih besar dibandingkan tahun 2018.

Baca Juga:  PENGGUNAAN KAYU KARET SIGNIFICANT, HANYA TIDAK JELAS SIAPA PEMBINANYA

Lateks pravulkanisasi merupakan lateks pekat yang telah diolah secara kimiawi sehingga lebih tahan panas dan oksidasi. Aspal karet dengan penambahan lateks pravulkanisasi relatif lebih cepat dan mudah diproses. Lebih lanjut dari analisis laboratorium maupun lapangan menunjukkan bahwa aspal karet jenis ini memiliki kedalaman alur yang lebih baik. Kesiapan penerapan aspal karet berbasis lateks pravulkanisasi juga dinilai karena adanya dukungan dari pihak industri. Di Indonesia, terdapat 2 industri besar yang memiliki fasilitas mixer aspal karet.

Saat ini bahan baku lateks pekat untuk pengolahan lateks pravulkanisasi hanya dipasok dari Perkebunan Besar Negara (BUMN Perkebunan) dan Swasta. Untuk mendapatkan pasokan lateks pekat dari petani karet dibutuhkan energi tambahan untuk mengubah budaya mereka dalam mengolah hasil panen kebunnya dari berbentuk karet gumpalan menjadi lateks kebun. Petani karet dapat diberi pelatihan mengenai pendadihan lateks sekaligus diberi informasi bahwa potensi peningkatan pendapatan jauh lebih baik jika dapat memproduksi lateks pekat. Sebagai ilustrasi sederhana, karet gumpalan berkadar 60% karet kering berharga IDR 7.000 – 8.000 per kg kering, sedangkan lateks pekat pada kadar yang sama dapat dihargai sebesar IDR 14.000 – 16.000 per kg kering. Faktor yang tidak kalah penting adalah adanya jaminan pasar atau pembeli atas produksi lateks pekat petani karet. Kisah sukses kelompok tani yang mengolah lateks pekat dadih dapat ditemukan di Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung. Mereka dapat menjual lateks pekat dadih dengan harga yang menggiurkan.

Selanjutnya, persiapan aspal karet berbasis karet padat untuk uji gelar dapat melalui 2 prosedur yaitu pelarutan kompon karet (seperti lateks) dan pencampuran langsung serbuk karet alam dengan aspal dan agregat saat pembuatan hotmix. Teknologi pelarutan dapat menggunakan karet padat jenis brown crepe/RSS/SIR 20. Brown crepe dan RSS sebenarnya dapat dibuat di tingkat petani karet dengan memanfaatkan bokar rakyat yang telah dibersihkan, digiling, dan dikeringkan. Seperti halnya dengan memproduksi lateks dadih, insentif tambahan juga akan diperoleh petani jika dapat memproduksi brown crepe.

Baca Juga:  Mendorong Potensi Indonesia melalui Karet Alam

Jenis bahan aditif lain yang dapat ditambahkan dalam pembuatan aspal karet adalah Serbuk Karet Alam Teraktivasi (SKAT). SKAT merupakan campuran karet alam segar jenis mutu brown crepe/RSS/SIR 20 dengan serbuk karet yang berasal dari limbah ban bekas serta bahan kimia aditif. Aplikasi SKAT dengan cara dicampurkan dengan batuan agregat dan aspal ketika pembuatan hotmix di AMP. Industri pembuatan SKAT ini masih terbatas dan berlokasi di pulau jawa sehingga penerapan teknologi ini hanya dapat dilakukan pada skala yang terbatas. Namun justru penerapan teknologi aspal karet berbasis SKAT ini justru dirasakan akan membuka peluang tumbuhnya industri baru pengolahan karet menjadi SKAT. Pemkab Musi Banyuasin telah menerapkan teknologi aspal karet berbasis SKAT yang diolah dari brown crepe petani pada tahun 2018 dalam rangka pembangunan jalan sepanjang 400 m.

Tumbuhnya industri aspal karet yang memanfaatan karet rakyat tentu sangat bergantung pada keseriusan Pemerintah dalam menerapkan teknologi ini. Industri aspal swasta akan mengalami kegalauan untuk berinvestasi jika tidak tersedia jaminan penggunaan aspal karet terutama dari pihak pemerintah. Dengan penggunaan karet sekitar 2-3 ton karet setiap kilometer jalan (tergantung lebar dan ketebalan) tentu akan dapat meningkatkan penyerapan karet alam di dalam negeri yang cukup signifikan sehingga disamping dapat memperbaiki kualitas jalan aspal, aspal karet juga dapat membantu para petani karet dan perkebunan karet baik BUMN maupun swasta.