2nd T-POMI
2021, 4 Juli
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id.

PSR (Peremajaan Sawit Rakyat) merupakan program pemerintah yang secara real memang sangat diperlukan saat ini. Meskipun Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar tetapi jangan sampai terlena.

“Thailand sudah mulai mengembangkan sawit, sebentar lagi juga Vietnam. China diberitakan sudah menciptakan bibit kelapa sawit yang tidak perlu banyak air. Hari ini memang harga sedang tinggi sehingga baik petani maupun perusahaan mendapat laba, tetapi jangan sampai terlena. Peremajaan jangan sampai ditunda,” kata Jatmiko Santosa, Ketua GAPKI Riau/Direktur PTPN V.

“ Program PSR dengan dana hibah BPDPKS Rp30 juta/ha sangat bagus. Kita tidak tahu sampai kapan dana ini akan ada. Belum tentu ke depan akan ada dana PSR lagi. Jadi selama dananya ada harus digunakan sebaik-baiknya,” katanya.

Riau yang merupakan pemilik kebun kelapa sawit terbesar di Indonesia yaitu 2,5 juta ha realisasi PSR masih sangat minim. Saat ini praktis hanya PTPN V, Sinar Mas dan Asian Agri saja yang ikut terlibat dalam PSR. Banyak perusahaan yang memandang PSR tidak ada hubungannya dengan kinerja perusahaan dan merupakan urusan petani.

Padahal kalau produktivitas petani meningkat perusahaan juga akan diuntungkan dengan pasokan TBS yang cukup dan bermutu. Pendapatan petani juga akan lebih baik. Kalau produktivitas dan mutu TBS petani sudah bagus maka harga TBS bisa dibicarakan secara profesional antara kelembagaan petani dengan perusahaan.

“Sekarang masalah BOTL (Biaya Operasional Tidak Langsung) saja sudah luar biasa tarik-tarikannya. Perusahaan ikut pendampingan PSR adalah upaya mitigasi untuk menaikkan produktivitas petani. Banyak perusahaan enggan terlibat dalam PSR karena melihat dana ini diaudit BPK dan ada juga kelembagaan petani dan dinas perkebunan berurusan dengan aparat hukum. Pengalaman PTPN V sebenarnya ini tidak perlu dikuatirkan selama dikerjakan secara profesional dan sesuai aturan, jadi tidak perlu ada yang ditakuti,” katanya.

Baca Juga:  Strategi PTPN V Perkuat Kinerja Produksi Melalui Transformasi Digital

Perusahaan harus memperhatikan petani. Dalam PSR sekarang misalnya banyak petani memilih melakukannya secara swadaya. Padahal tidak semua petani punya akses terhadap bibit unggul dan kemampuan membibitkannya. Padahal salah bibit akan berdampak sampai 25 tahun. Karena itu PTPN V membangun pembibitan bagi masyarakat 1 juta batang menggunakan kecambah PPKS. Petani yang ikut peremajaan bisa membeli dari sini juga petani lain.

“Berperan dalam PSR sama sekali tidak ada ruginya bagi perusahaan. Justru ke depan akan menguntungkan dan yang paling penting adalah memberikan kontribusi bagi negara dengan meningkatkan kesejahteraan petani,” katanya.

Heru Tri Widarto, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Ditjenbun menyatakan GAPKI sudah banyak membantu dalam pelaksanaan PSR ini. PSR di Riau kinerjanya masih sangat jauh dari harapan. Target tahun 2020-2022 78.000 ha sedang tahun 2021 26.500 ha, usulan dan rekomtek yang dikeluarkan masih kecil, juga realisasi membangun kebun. GAPKI Riau dan ASPEKPIR diminta mendorong supaya realisasi Riau lebih besar lagi.

Harga TBS yang sedang tinggi dan masalah hukum di provinsi lain menjadi kendala juga. Tetapi selama pelaksanaan clear and clean sebenarnya tidak akan terjadi apa-apa. Temuan BPK yang turun ke semua provinsi pelaksana PSR sebenarnya masih bisa dijelaskan. Banyaknya kebun dalam kawasan hutan dan tumpang tindik dengan HGU maka BPK minta setiap usulan harus ada rekomendasi dari KLHK (lewat dinas kehutanan) dan Kementerian ATR/BPN.