2nd T-POMI
2019, 1 Oktober
Share berita:

Setengah kebun plasma PTPN V sudah waktunya diremajakan karena protas dan mutu TBS sudah rendah. Selama ini protas kebun plasma lebih rendah dari inti padahal bibit dan pupuk dari inti, pemeliharaan disupervisi inti.

“Kenapa hasilnya beda dengan inti. Dari sinilah saya mulai bicara soal single management dalam pengelolaan plasma. Berdasarkan hal ini maka PTPN V membuat program BUMN Sawit Rakyat yang merupakan follow up dari program peremajaan sawit rakyat pemerintah,” kata Jatmiko Santosa, Direktur Utama PTPN V.

Diakui selama ini banyak pihak yang ingin peremajaan dilakukan secara swakelola oleh petani, berdasarkan pengalaman karena selama ini intinya setengah hati, juga dengan alasan demi kesejahteraan petani. Kondisi ini menjadi solusi bagi petani yang sudah mampu mandiri tetapi bisa jadi bumerang bagi kesejahteraan petani.

Kebun kelapa sawit memerlukan disiplin pengelolaan yang kontinyu, kalau individu mampu menciptakan sistimnya bisa seperti itu maka dia akan berhasil. “ Sawit adalah instant karma. Hari ini tidak dipupuk maka dampaknya akan berasa beberapa bulan ke depan. Disiplin yang kontinyu adalah keharusan,” katanya.

Petani A misalnya karena dibina perusahaan punya disiplin tinggi, tetapi ketika dia sakit dan digantikan anaknya atau dititipkan pada orang lain, apakah bisa berlanjut seperti itu. Pola swakelola tidak menjamin disiplin bisa kontinyu.

Satu atap dalam single management bukan berarti petani tidak mandiri. “Tolok ukur mandiri saya adalah kesejahteraan petani, bukan pengelolaan sendiri. Dengan menjadi peserta peremajaaan BUMN Sawit Rakyat yaitu pola single management PTPN V, kalau produksi petani dibawah kebun inti maka perusahaan akan memberi ganti rugi. PTPN V berperan sebagai avalis produksi,” katanya.

PTPN V bukan lagi avalis murni seperti yang selama ini dikenal yaitu bila petani tidak mampu membayar kredit akan diberi dana talangan dulu dari perusahaan, tetapi kemudian ditagih lagi pada petani. Petani hanya menunda kewajiban saja.

Baca Juga:  Dalam WTO, Kemendag Siap Hadapi UE

“Dengan avalis murni maka risiko produksi menjadi beban petani. Ini tidak fair. Dengan inovasi menjadi avalis produksi maka risiko produksi berpindah ke PTPN V,” katanya.

Letak kemandirian petani dalam program ini mereka mendapat jaminan budidaya teknik budidaya unggul sehingga hasilnya optimal pada ujungnya menjadi mandiri secara ekonomi, bukan apa-apa dikerjakan sendiri. Sekarang merupakan era economic sharing jadi biarlah soal bibit, penamaman, pemeliharaan diserahkan pada ahlinya.

Petani yang ekonominya dibawah standar bisa ikut bekerja, jadi mereka mendapat gaji bulanan dan kalau sudah menghasilkan mendapat pembagian hasil. Selama tanaman belum menghasilkan petani mendapat penghasilan dari gaji sebagai pegawai kebun.

“Dalam peremajaan , kita harus berhati-hati menjadi tanaman tumpang sari sebagai sumber penghasilan petani ketika tanaman belum menghasilkan. Tanaman tumpang sari yang ditanam ditempat seharusnya ada cover crop dikuatirkan akan meningkatkan potensi hama Oryctes rhinoceros sehingga nanti produksinya dibawah standar,” kata Jatmiko lagi.